Gagasan

Di Tempat dan Waktu yang Salah

Ilustrasi: Senja di Cariu, Kabupaten Bogor

Suatu sore Andi tengah sibuk menatap layar laptopnya di sebuah tempat nongkrong di kawasan Jakarta Selatan. Ada seabreg tugas kuliah yang mesti selesai pada esok harinya.

Kebetulan malam itu merupakan weekend sehingga kefe yang disambangi Andi dipadati muda-mudi yang tengah asik membincangkan sesuatu. Andi terlihat mencolok, selain kaos yang ia kenakan dengan motif tokoh kartun anak-anak (Spongebob) terlihat kontras di tengah anak muda di sana yang didominasi bergaya retro, Andi juga terlihat duduk sendiri di meja yang memiliki empat kursi yang mengelilinginya.

Mungkin hal itu tak jadi masalah bila tempat tersebut dalam kondisi sepi seperti hari-hari bias, namun di malam Minggu seperti saat itu adalah langkah yang keliru mengerjakan tugas kuliah di tengah muda-mudi yang sedang hang out.

Tiga orang masing-masing dua perempuan muda dan satu laki-laki nampak mendatangi pelayan kafe. Seorang perempuan berambut ikal bak Tatyana Akman dan terlihat paling tinggi di antara yang lainnya terlihat berbicara dengan pelayan. Entah apa yang mereka bicarakan, namun sang pelayan menunjuk ke arah tempat duduk Andi. Ketiga orang itupun seketika melihat ke arahnya.

Andi tak menyadari itu, sampai akhirnya mereka bertiga menghampiri meja Andi. "Boleh kami duduk di sini?," tanya perempuan berambut ikal itu. Andi seketika menatap ke arah perempuan yang tengah menyondongkan badannya ke arah dirinya. Ia pun menjawab sembilan terlihat sedikit tersenyum, "silahkan".

Pembicaraan ketiganya sahabat itu berjalan begitu intens dengan Andi yang masih fokus mengerjakan tugas kuliahnya. Andi sedikit menguping apa yang dibicarakan oleh dua perempuan dan satu laki-laki yang kelihatannya lebih berumur dari dirinya.

"Eh tau gak, kemarin gue dibawain Christian Louboutin sama Doni," kata perempuan berwajah oriental kepada kedua temannya.

Sang laki-laki yang terlihat berperawakan kekar namun nampak gemulai terdengar berbicara, "Gilas si Doni duit dari bokapnya gak abis-abis kaya mata air Aqua. Tapi sayang si Doni kalau punya bini kaye loe, sepatu terus otaknye". Dan langsung ditimpali oleh sang perempuan berambut ikal, "Yeee.. namanya juga perempuan Do, loe aja yang kere". 

Selama beberapa saat kondisi masih terlihat nyaman bagi Andi untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Selang beberapa menit kemudian, seorang laki-laki bertubuh kekar itu mengatakan secara perlahan yang didengar sayup-sayup oleh Andi, "Bau kentut ya". Perempuan berambut ikal itu nampak berbisik ke telinga sang pria sembari melemparkan tatapan ke arah Andi.

Andi menyadari bau itu, ia pun tau jika tiga orang di depannya menaruh curiga bahwa sumber bau itu dari dirinya. Seketika Andi membantu, tangannya dingin menahan malu kendati bukan dirinya yang kentut saat itu.

Dalam hati Andi berkata, Matilah gue". Ia merasa kikuk, tak tahu mesti apa yang ia lakukan. Beranjak dari tempat itu bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Justru akan semakin meneguhkan asumsi ketiga orang itu bahwa dirinya sumber bau itu.

Ia berharap bau itu lekas menyingkirkan, namun entah mengapa bau yang dapat indera penciumannya pastikan sebagai kentut itu tak kunjung sirna. Bau itu cukup lama bertahan di sana hingga membuat Andi menjadi "yang tertuduh" oleh ketiga orang itu tanpa bisa membela diri.

Apes, kata yang cocok menggambarkan kondisi Andi pada malam itu. Dia dituduh tanpa punya kesempatan untuk membela diri, padahal ia sama sekali tak merasa kentut. Mungkin karena dirinya berada di tempat dan waktu yang salah di hari itu. Tak ada cara baginya untuk membela diri dari kecurigaan tiga muda-mudi itu.

Jam Tangan Kesayangan

Siang itu Samsung J1 Ace milik Darno mendapatkan panggilan. Nama yang ditampilkan dalam ponsel itu tak asing bagi Darno. Di sama tertulis "Adam 2", yang merupakan sang adik.

"No, ada jam tangan Dian gak di meja belajar Jean," bunyi suara dari dalam telpon tersebut.

"Ketinggalan apa? Biasaan, teledor banget sih," omel Darno.

Dian merupakan anak dari Adam yang masih berusia tujuh tahunan. Sementara Jean, anak Darno yang berusia lima tahun lebih tua dari Dian.

Memang sehari sebelumnya, Dian bermain di meja belajar Jean. Menurut pengakuan Dian, ia melepaskan jam tangan yang bisa dipakai untuk menelpon di atas meja belajar Jean. Tapi saat Adam mencoba mencarinya, jam tangan yang cukup mahal itu tak kunjung ditemukan.

Tiba-tiba Atong menghampiri Adam, "Pak, mobil sudah siap di depan". Adam pun melirik Atong, "Nah kebetulan sini Tong, bantu cariin jam tangan Jean," kata Adam sembari menggandeng tangan Atong untuk mendekat ke meja Jean.

Atong sendiri merupakan remai yang baru lulus dari dari SMK jurusan teknik permesinan. Ia anak kampung yang diminta Adam untuk menjadi supir dirinya. Di kampung, rumah orang tua Adam dan orang tua Atong berdekatan.

"Baik pak, saya cari," katanya.

Mereka berdua pun bersama-sama mencari jam tangan Jean. Namun setelah sekian lama dicari, jam tangan Jean tak kunjung ketemu.

Dari balik dinding kamar Dian, sebuah suara menyeru, "Coba sambil baca ayat kursi," ucap Annah, istri Adam.

Namun kedua orang itu tak menggubris, mereka hanya berhenti sejenak untuk kemudian melanjutkan kegiatan mereka. Merasa frustasi, Adam akhirnya memilih keluar untuk menyulut rokoknya. "Bapak keluar dulu ya," ucap Adam kepada Atong.

Tak menjawab, Atong hanya menganggukkan kepalanya. Atong pun memilih termenung di kursi belajar yang biasa dipakai Dian. Selama beberapa saat Atong menatap dengan pandangan kosong ke arah buku dengan sampul bertuliskan "Oxford Dictionary".

Dari belakang Adam menepuk Atong secara tiba-tiba, "Ada Tong?," tanyanya.

Belum sempat menjawab, Adam turut menatap ke arah buku tersebut, "Nah ini jam tangannya," ucap Adam. "Dari tadi kok diam aja Tong, gak bilang?," lanjutnya.

Atong tak bisa berkutik, ia sama sekali tak menyadari ada jam tangan di bawah buku tersebut. Aton menjawab, "Wah di situ ya, Atong sama sekali gak nyadar pak".

Atong merasa begitu canggung, ia takut Adam menuduh dirinya sengaja tidak segera menemukan jam tangan itu. Padahal ia sama sekali tak menyadari kalau jam tangan tersebut ada di sana. 

"Aneh ya Tong, padahal kita tadi cari-cari gak ada," kata Adam. Pernyataan Adam semakin membuat Atong canggung, ia bingung mesti menjawab apa. Sikapnya pun disadari oleh Adam.

Dalam hati Adam berfikir apakah Atong yang sengaja menyembunyikan jam tangan itu. Tapi prasangka itu berusaha ia tepis, mengingat Atong selama ini selalu bersikap jujur kepadanya.

Atong menyadari kecurigaan Adam terhadapnya, sayang ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia pengen membela diri, tapi bagaimana. Sedangkan Adam tak menuduhnya secara langsung.

Sial nian nasib Atong kala itu. Ia sama sekali tak berkutik diterpa prasangka Adam.

Pentingnya Klarifikasi

Kedua cerita di atas kerap ditemui dalam dunia kita sehari-hari. Seseorang diprasangkakan buruk oleh orang lain, maupun orang-orang di sekitarnya.

Prasangka kerap membuat orang yang menyadari dirinya diprasangkakan buruk menjadi tidak nyaman. Ia seakan lemah, tak berdaya untuk membela diri.

Maka di sinilah pentingnya "klarifikasi". Klarifikasi membuat orang bisa membela diri atas apa yang orang lain tuduhkan atau prasangkakan terhadapnya.

Seserahan memang, tapi dari hal yang sederhana ini kita bisa menjalin hubungan lebih baik bahkan tak berlaku zalim terhadap sesama. Apalagi jika yang kita prasangkakan adalah kawan kita sendiri.

Mari biasakan minta klarifikasi terhadap sesuatu yang kita belum tahu duduk permasalahannya. Dengan begini, kita akhirnya paham suasana kebatinan seseorang.

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.