Gagasan

Otak Atik Nalar Waras


 


Ilustrasi: Dokumentasi Pribadi


Rudi dalam perbincangan bersama kawan SMA-nya bertanya, “Siapa yang harus kita ikuti saat ini?” Pertanyaan itu mungkin sangat pelik untuk dijawab, di zaman serba informasi justru banyak jiwa-jiwa yang merasakan hal sama seperti Rudi.

Siapa sebenarnya yang harus kita ikuti. Begitu banyak tokoh, begitu banyak figur-figur karismatik dibalut jubah kecerdasan dan kealiman justru tak membuat kita merasa puas. Nalar kita meronta-ronta untuk mencari sosok yang benar-benar layak untuk menjadi teladan bagi alur hidup ini.

Mengikuti sosok sering kali menghanyutkan kita pada muara kekecewaan. Sebut saja para politisi dan pemimpin yang telah kita pilih sepanjang hayat ini, apakah di antara mereka mengijabah janji-janjinya? Hanya sedikit di antara mereka yang benar-benar menyandarkan hidupnya pada kata yang kerap dilafal sebagai pengabdian.

Sosok-sosok karismatik, ditambah cerdas atau sosok sederhana dan merakyat ternyata tak mengantarkan kita ke mana pun, kecuali kolam kestagnanan. Tokoh dengan jubah agama lengkap dengan klaim tolerannya pun tak seirama antara kata dengan perangainya. Lantas apalah daya rakyat jelata ini? Kita harus minta tolong pada siapa? Kita harus bersandar pada siapa?

Kepedulian diselimuti kesederhanaan hanya akan tampak di depan sorot kamera, jika kamera redup watak buas mereka meronta-ronta. Apakah harus seluruh sudut bumi ini disisipi CCTV supaya laku mereka tak berubah?

Zaman ini, banyak orang bilang sebagai zaman edan. Sebutan ini cukup masuk akal saat saya melihat orang baik justru dicap hama. Sementara hama justru dianggap pandawa.

Derasnya informasi bukan malah membuat kepala kita lebih berisi, malahan gampang dikendali. Ketika corong informasi dimonopoli, jadilah negeri ini di antara hidup dan mati.

Setiap saat saya terus mencari di mana para bestari itu bersembunyi. Di saat Ibu Pertiwi mengiba belas kasih?

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.