Gagasan

Anda Sering Bilang Dunia Bukan Hanya Hitam dan Putih, Saya Kasih Tahu Contohnya!

Ilustrasi: Dok Pribadi di Tegal Racak, Cariu, Kab. Bogor. Pagi di 30 April 2021.


Sudah lama tak meninggalkan goresan serius di kanvas ini. Sejak kedatangan anak pertama hidup terasa tertuju padanya.


Hidup saya persis seperti sebuah penggalan syair dalam lagu When It's Time-nya Green Day.


"The first day you came into my life. My time ticks around you".


Belum lagi digempur sakit yang membuat derap semangat dalam nadi seakan terhenti. Sampai-sampai ada sejumlah pesan dari sahabat dan saudara yang belum sempat saya balas karena kehilangan semangat.


Tapi Alhamdulillah pasca lebaran, kondisi berangsur pulih. Semoga ini menjadi awal untuk menggenjot semangat baru.


Baik, kali ini saya terangsang untuk membahas Hitam dan Putih. Tepatnya saya ingin "ngomongin orang-orang". Karena bukan hanya "satu orang" maka saya menyebutnya orang-orang.


Tapi mereka akan saya tulis dengan nama inisial. Sebagai klu, supaya kita paham dan generasi selanjutnya pun paham tulisan ini hendak membahas siapa, kata kuncinya adalah "Nissa Sabyan I Love You So Much, Nissa Sabyan Tetap Semangat".


Ya kita akan membahas perseteruan AT dengan Master C, DC serta U. Semoga kawan-kawan ada gambaran siapa dibalik sejumlah inisial tersebut.


Memang cukup panjang jika dirunut sedari awal kronologi perseteruan di antara mereka. Singkatnya begini, Mas AT ini setelah vakum cukup lama dari dunia hiburan kembali dengan "branding" artis saleh. Atau bisa disebut artis yang agamis.


Setidaknya kesan seperti itu yang saya baca dari kebangkitan Mas AT di panggung hiburan nasional. Mas AT ini kerap pula mengajak warganet untuk membaca ayat suci Al Quran. Tak berhenti sampai di situ, Mas AT mengajak masyarakat untuk mengunggah bacaan Qurannya ke media sosial.


Tagline andalannya "Baca Al Quran, Rekam, Posting". Tagline ini sudah mewakili semangat Mas AT untuk mengajak warganet membaca Al Quran untuk kemudian mengunggahnya ke media sosial.


Dengan tingkahnya seperti itu Mas AT bukan tanpa konsekuensi, ia cukup banyak menerima rundungan. Bahkan di beberapa meme foto dia saat tengah mengaji dijadikan lelucon.


Ajak Jangan Maksiat


Mas AT juga kerap mengajak warganet untuk tidak maksiat. Terlebih lagi memposting konten-konten maksiat. Menurut Mas AT daripada posting konten maksiat lebih baik posting konten ngaji.


Di sini awal perseteruannya dengan sejumlah pihak. Mas AT menyinggung Master C dan DC serta U atas beberapa unggahannya yang menurut Mas AT dicap "maksiat". Pernah suatu waktu Mas AT diundang Master C untuk bertemu enam mata bersama DC juga.


Pertemuan itu dibalut dalam sebuah siniar atau podcast.  Di sana Mas AT memang kelimpungan untuk mempertahankan argumennya soal tudingan maksiat kepada Master C dan DC. Siniar itu, menurut saya tak lebih dari sebuah acara untuk menjatuhkan Mas AT di mata publik.


Begitupun dengan Mas U yang dituduh Mas AT mengunggah konten-konten maksiat. Saya tak tahu apakah tuduhan Mas AT ini hanya gimik atau sungguhan. Namun yang pasti Mas U sendiri terkesan sudah begitu dongkol dengan Mas AT. 


Tak Merugikan Orang Lain


Banyak pihak yang memantau pertikaian di antara mereka. Entah tak ada kerjaan atau memang menarik, tapi di luar itu semua pertikaian di antara mereka justru memunculkan kesan di benak masyarakat oh Si A ini "good people" dan Si B "bad people". Saya sering menyebutnya oposisi biner.


Di mana seakan-akan dalam pertikaian tersebut ada pihak right dan wrong. Nyatanya demikian? Belum tentu.


Opini umum menganggap Mas AT-lah sosok bad person di sini. Di mana ia dianggap menggunakan instrumen agama untuk menggaet perhatian publik. Ia juga menyenggol sejumlah pihak, termasuk Mas U, Master C dan DC mengenai konten mereka yang dianggap maksiat.


Dalam sebuah waktu, Mas AT berkesempatan untuk kongkow bareng DC yang dianggapnya menyebar konten maksiat. Pertemuan itu berlangsung berkat undangan tim dari Master C.


Dari kacamata saya, dalam pertemuan itu Mas AT benar-benar dibuat malu. Master C yang dikenal pakar dalam ilmu tentang mental manusia terlihat begitu piawai memainkan pernyataan Mas AT untuk menjerat lehernya sendiri.


Di sana, Mas AT pun tampak gelagapan bahkan cenderung tidak konsisten dengan omongannya. Semisal saat Master C terlihat menjebak dengan membuat DC membayar fee bagi Mas AT karena telah menjadi tamu dalam acara Master C.


Saat dikatakan bahwa fee tersebut dari hasil "seksi-seksian", Mas AT malah berkilah bahwa ia tetap berpikir positif bahwa duit yang di tangannya itu didapat DC berkat jualan pecel lele. Padahal DC mengakui bahwa duit itu hasil seksi-seksian, namun Mas AT tak bisa berkutik.


Padahal jika lebih tenang, Mas AT bisa balik menskakmat mereka berdua. Karena ini akan sangat bersinggungan dengan agama, dan saya bukan pakar agama, mari kita merujuk ke ahlinya.



Dibayar Pakai Duit Haram, Boleh?



Sebelumnya penting saya tekankan supaya tak ada perdebatan dalam pernyataan di paragraf ini. Saya ingatkan bahwa kita belum membahas apakah hasil uang dari DC itu haram atau halal. Namun membaca pernyataan Master C, ia terkesan ingin memojokkan Mas AT dengan menunjukkan kepada publik bahwa apakah Mas AT akan mengambil uang dari DC yang diakui DC sendiri dari hasil "seksi-seksian".


Begini kurang lebih percakapan mereka:


Master C: Kalau dia (DC) emang gitu, hasilnya dari seksi-seksian.


DC: Iya dari seksi-seksian.


Mas AT: (Skakmat) [Dia bergumam tak jelas sambil menggosok-gosokkan telapak tangannya].


Merujuk pada pernyataan Ustaz Firman Arifandi, Lc., MA., ia menyatakan bahwa seseorang yang menerima gaji dari pelaku riba, asalkan pekerjaan mereka tak berhubungan dengan riba maka mereka tak kecipratan dosa riba. Memang konteksnya berbeda di mana yang satu duit bersumber dari riba, yang satu lagi dari hasil "seksi-seksian". Namun intinya sama, yakni sama-sama duit panas (saya berusaha menggunakan bahasa selembut mungkin).


"Sekarang pertanyaannya kalau ada pembantu rumah tangga di mana tuannya itu kerja  di dalam praktik riba tersebut, nah bagaimana apakah dia apakah masuk dalam hal ini (terkena dosa riba)? Kalau kita baca keterangan-keterangan hadis, ternyata orang-orang tersebut tidak tergolong orang-orang yang kecipratan riba, Insya Allah tidak," ucap Ustaz Firman.


Ustaz Firman melanjutkan, sama halnya dengan pedagang Siomay yang mendapatkan pelanggan pelaku riba. Si pelanggan itu membayar Siomay dengan duit hasil riba, hal itu menurut Ustaz Firman tidak membuat duit yang diterima tukang Siomay menjadi haram.


Beda halnya jika itu bukan "gaji" melainkan "pemberian". Ustaz Khalid Basalamah memiliki pandangan bahwa jika kita tahu sumber pemberian itu bukan dari asal yang halal, maka harus dihindari.


"Pemberian tidak boleh diterima jika kita tahu sumbernya memang dari uang haram, uang korupsi, uang curian, uang yang didapat dari riba dikasih kepada kita. Itukan gak boleh diterima kalau 'jelas-jelas' dari sumber yang haram," tekan Ustaz Khalid.


Pertanyaannya kemudian apakah duit yang diterima Mas AT itu "gaji" ataukah hadiah atau pemberian? Dalam video yang sama Mas AT mengungkapkan bahwa ia dijanjikan Rp 3,5 juta sebagai bayaran menjadi narasumber dalam kongko dengan Master C di kanal YouTube-nya. Artinya duit itu sebagai bentuk gaji bagi Mas AT, bukan hadiah atau ujug-ujug pemberian cuma-cuma kepadanya.


Arti Maksiat Terlewat


Perseteruan Mas AT dengan DC Mas U dan Master C membuat sedikit perdebatan di antara warganet. Mungkin terlalu berlebihan jika disebut debat, saya lebih suka menyebutnya justru "konsensus" di tengah publik bahwa asalkan kita tak mengambil hak orang lain segala usaha itu layak dicap "halal".


Saya bukan dalam kapasitas menilai apakah pekerjaan yang dilakukan Mas U dan DC yang disebut Mas AT telah memposting konten maksiat itu sebagai pekerjaan yang "baik". Justru saya ingin mengerucutkan pertanyaan, "Apakah pernyataan Mas AT soal postingan maksiat yang ditujukan kepada mereka itu benar?" Atau Mas AT keliru.


Saya akui bahwa cara penyampaian Mas AT dan gayanya selama ini cukup membuat risi. Namun tatkala ia melontarkan pernyataan yang saya tidak tahu niat dibalik itu semua, dengan menyebut bahwa postingan orang-orang yang disebutkan itu adalah konten maksiat, maka hemat saya yang harus dilawan adalah pernyataan Mas AT bukan sikapnya.


Jika pernyataan Mas AT soal konten maksiat yang dituduhkannya itu keliru ya memang mesti diluruskan, bukan menyerang sisi lainnya. Kendati saya akui banyak sikapnya yang selama ini kurang elok.


Menimbang apakah konten yang dituduhkan Mas AT itu sebuah maksiat atau bukan mestinya menjadi pertanyaan mendasar supaya isunya tak meleber ke mana-mana. Hal ini juga penting, jangan sampai sesuatu yang salah tapi gegara dilakukan oleh tokoh idola lantas kita langsung memvonis sesuatu itu benar. Dan malah melempari "orang" yang menyiarkan kebenaran. Kan kacau jika seperti ini.


Akhirnya saya belajar banyak dari kasus tersebut, bahwa pada era ini kita samar mengeja benar-salah. Mengaku benar tanpa landasan, menyalahkan seakan-akan paling suci.


Baiknyakan segala sesuatu dikembalikan lagi ke ahlinya. Dan di sini para ahli (agama) dituntut untuk memberikan pencerahan kepada publik. Dalam perjalanan pasti ada perdebatan tapi kita pasti akan paham mana ahli yang bicara menggunakan ilmu, dan mana yang menggunakan nafsu. Dengan catatan kita mencari kebenaran, bukan pembenaran.

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.