Gagasan

Uninstall: Arogansi atau Intoleransi?



Ilustrasi: Pixabay.com

Oleh Zakie Andiko Ramadhani


Pada dua hari belakangan ini, tepatnya sejak tanggal 13 Februari 2019 ruang publik diramaikan dengan  adanya fenomena #UninstalBukalapak yang trending di sosial media, khususnya platform twitter. Fenomena tersebut dipicu oleh cuitan Founder’CEO Bukalapak, Achmad Zaky yang mencuitkan di portal microblogging Twitter berkaitan dengan daftar anggaran dana penelitian dan pengembangan (Research&Development) di suatu negara pada tahun 2016. Hal ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat karena sang CEO mengungkapkan pandangan pesimisme terhadap wacana Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. 

Ia mengungkapkan bahwa hanya omong kosong semata jika budget R&D Indonesia pada 2016 hanya mencapai US$2 miliar  yang berada pada peringkat 43. Rangking tersebut kalah dengan Amerika Serikat yang menduduki peringkat pertama dengan anggaran R&D mencapai US$511 Triliun, disusul oleh China  dan Jepang di posisi kedua dan ketiga dengan nilai anggaran riset mencapai US$ 451 triliun dan US$ 165 triliun. Sedangkan apabila dibandingkan di negara asia tenggara, Indonesia masih kalah dengan Malaysia dan Singapura yang menduduki peringkat 24 dan 25 dengan budget R&D mencapai US$ 10 triliun.

Hal yang menarik dan menghebohkan publik pada saat itu adalah ungkapan Zaky pada akhir tweet-nya yang mengharapkan presiden baru Indonesia nanti bisa menaikkan budget anggaran penelitian dan pengembangan di Indonesia yang dirasakan masih terlalu kecil. Pernyataannya tersebut sontak mendapatkan respon dari berbagai pihak, apalagi sekarang Indonesia sedang berada pada masa kampanye pemilihan umum yang cenderung sensitif dikarenakan  dimana terdapat dua paslon yaitu Joko Widodo - Ma’ruf Amin (incumbent) dan Prabowo- Sandiaga Uno, dimana paslon Jokowi-Ma’ruf Amin adalah pasangan yang mewacanakan adanya revolusi industri 4.0 apabila mereka terpilih menjadi presiden dan wakil presiden di pemilu April mendatang.  Peryataan Zaky menjadi polemik karena dianggap bersentimen negatif kepada Jokowi  yang sebelumnya telah membantu mempromosikan platform Bukalapak pada kesempatan ulang tahun Bukalapak  yang ke 9 pada bulan Januari.

Sontak, respon netizen dalam media sosial sangat bervariasi terhadap tweet yang ditulis oleh Zaky. Terdapat pihak yang setuju dengan pendapatnya, namun tak sedikit juga yang menyatakan kesesalannya kepada Zaky dikarenakan tweet tersebut. Mereka yang merasa kesal berasal dari simpatisan Jokowi yang menganggap tindakan yang dilakukan oleh Zaky tidak etis dan cenderung mendiskreditkan pemerintah terutama Jokowi yang telah memuji dan mempromosikan platform Bukalapak miliknya. Sebagai tindak lanjut atas tweet dari CEO Bukalapak itu, simpatisan Jokowi dan beberapa pengguna Bukalapak yang kecewa dengan ramai menghapus aplikasi Bukalapak dan membuat gerakan #UninstalBukalapak serta memberikan rating yang rendah kepada aplikasi tersebut.


Tindakan responsif dan agresif dari netizen, terutama bagi simpatisan Jokowi yang mengusulkan #UninstalBukalapak menurut penulis sangat tidak tepat. Pertama, apabila gerakan tersebut dikarenakan kemarahan dan emosi kepada CEO yang dianggap lupa dengan jasa “Bapak” Jokowi yang telah mempromosikan Bukalapak pada beberapa waktu yang lalu agaknya perlu ditinjau ulang. Pasalnya menurut penulis hal itu justru sudah menjadi kewajiban seorang kepala negara untuk mempromosikan karya anak bangsa tanpa memandang latar belakang pilihan politik, ras, suku dan agama dan Zaky tak perlu berbalas budi dengan hal itu. 

Malah, menurut penulis Presiden justru yang harus berterimakasih kepada sang CEO karena telah membantu kurang lebih 4 juta pelapak dan para pelaku ekonomi untuk menjalankan usahanya dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat indonesia pada saat bersamaan. Karena Zaky dan ide briliannya dapat membantu kehidupan ekonomi yang macet ini tetap bisa berjalan serta membuka mata pemerintah tentang pentingnya revolusi industri 4.0 Selain itu, kritik dan saran yang diberikan oleh Zaky dalam tweet-nya justru seharusnya menjadi masukan bagi pemerintah yang berharga, karena pada dasarnya untuk melakukan revolusi indsutri serta pengembangan teknologi membutuhkan dana yang sangat besar dan anggaran hari ini memang tidaklah cukup.

Di sisi yang lain, penulis melihat bahwa tindakan responsif dan agresif dari simpatisan Jokowi yang justru mem-bully Zaky hingga membuat rating apps Bukalapak turun dari 4,5 menjadi 4,3 tidak tepat. Hal itu bisa mempengaruhi banyak stakeholder dari konsumen, pelapak, hingga para investor akibatnya apa? Bisa jadi perputaran modal berhenti dan mempengaruhi ekonomi masyarakat dan negara. Selain itu, penulis rasa tindakan ini justru memperlihatkan  intoleransi, karena kritik dan kecenderungan pilihan politik yang berbeda justru menjadi alat bully kepada orang lain. Selain itu, penulis juga melihat tindakan ini justru memperlihatkan sikap arogansi dari simpatisan pendukung Jokowi yang seolah – olah menggambarkan pemerintah tidak mau dan anti kritik dari masyarakatnya. 

Dan hal ini justru bisa mempengaruhi elektabilitas  paslon yang didukung oleh mereka. Tindakan reaktif dan berpikiran pendek menurut saya perlu dikurangi dalam proses perhelatan akbar pemilihan umum pada hari ini. Karena penulis sudah cukup prihatin dengan kondisi  HAM dan polemik pada hari ini. Hentikanlah fanatisme buta yang justru melahirkan arogansi dan intoleransi. Jangan mengaku pancasilais jika kau tak menerima kritik dan perbedaan.

Di paragraf terakhir ini, penulis ingin sedikit mengulik kemungkinan latar belakang mengapa sang CEO Bukalapak tersebut mengungkapkan kegelisahannya tentang budget anggaran penelitain Indonesia yang cenderung kecil. Penulis berasumsi hal ini ada kaitannya dengan proyek riset dan pengembangan yang dilakukan oleh Bukalapak dan ITB. Pasalnya, pada portal berita idnfinancials.com tertanggal 06 Februari 2019, IDN Financials memberitakan bahwa Bukalapak sedang menjalin kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung untuk meluncurkan Bukalapak-ITB Artificial Intellegence & Cloud Computing Innovation Center di Bandung, Jawa Barat. Proyek ini dilakukan oleh Bukalapak untuk dapat memberikan pelayanan yang baik bagi konsumennya dengan menggunakan big data yang dapat memetakan selera konsumen  dll. Kemungkinan ada kendala dalam soal pembiayaan dalam proyek tersebut sehingga sang CEO mengekspresikan kegelisahannya tersebut dalam tweetnya yang memposting budget anggaran penelitian dan pengembangan (R&D) di Indonesia dan beberapa universitas di Indonesia salah satunya ITB. 

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.