Gagasan

Dari Ade Londok, Saya Belajar bahwa Angin Tak Selalu Benar


Ilustrasi: Pxhere.com


Tak disangka, mungkin itu yang hingga kini terpikir dalam benak Ade Londok, seorang komedian yang sempat ngetop gara-gara videonya soal kue “Odading” Mang Oleh. Baru saja menikmati ketenaran hingga banyak menuai simpati dari sejumlah pihak, kini Ade memilih mundur dari dunia hiburan.

Bukan tanpa sebab ia memilih jalan itu, hal itu menyusul pemberitaan tentang dirinya yang kerap menyudutkan. Memang sejak postingan Ade soal komentar kasarnya yang ditujukan kepada seorang pengendara motor, Ade mendapat cap negatif dari warganet. Ade dianggap sombong karena komentar kasarnya terhadap pengendara motor yang tengah membonceng anak perempuannya di mana anak perempuan tersebut sembari merangkul sebuah kotak kardus.

Sang pengendara motor yang juga ayah si anak mengungkapkan alasannya mengapa ia harus mengikutsertakan buah hatinya saat berkendara. Di mana hal itu memetik simpati dari para warganet.

Sampai di sini, Ade kalah telak atas sikapnya itu. Dulu dipuja, saat itu publik perlahan mulai menghujatnya. Tapi Ade masih terbilang aman, orderan tampil di stasiun TV tampaknya masih dilakoni pria asal Bandung itu pasca kejadian tersebut. Sampai puncaknya kasus Haji Malih, saat Ade dianggap tak “sopan” terhadap komedian kawakan itu.

Dalam sebuah acara yang disiarkan stasiun TV, Ade “ngerjain” Malih dengan menarik sofa mini yang akan diduduki Malih. Alhasil komedian senior itu sempat terduduk di lantai. Tampaknya agak berlebihan jika disebut “terjungkal”, pasalnya Malih hanya terduduk di lantai dan bersandar di sofa mini yang ditarik oleh Ade ke belakang saat Malih hendak mendudukinya tersebut.

Sesudah itu dalam sebuah video yang juga sempat viral, menunjukkan serta menarasikan bahwa usai kejadian itu lawakan Ade tak digubris oleh Malih. Dari sinilah akhirnya mimpi buruk Ade terjadi. Berbagai akun media sosial yang katanya mengambil jalan pada barisan “jurnalisme warga” meramu berbagai kejadian itu dan memberikannya bingka. Bingkai yang membuat nama Ade seirama dengan hal negatif.

Mulai dari sematan “pelawak sombong”, “tak sopan dengan senior”, dan bingkai lainnya yang iramanya “menegatifkan” citra Ade. Bahkan ada salah satu akun yang tak sengaja saya lihat membingkai obrolan Malih dengan Youtuber Deddy Corbuzier. Yang mana percakapan Deddy dengan Malih saat itu sebenarnya tengah membicarakan pelawak yang “menggunakan” penghinaan fisik sebagai bahan leluconnya. Tapi memang Deddy selaku pembuat konten lagi-lagi telah membuat kerangka di mana setiap orang yang menontonnya akan langsung menyimpulkan bahwa apa yang dikatakan Malih tertuju pada Ade. Padahal pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tak menunjukkan sikap Ade.

Misalnya saat membicarakan pelawak yang menjelek-jelekan fisik, sepanjang pengetahuan saya Ade tidak demikian (koreksi saya jika saya salah). Justru yang jadi persoalan di khalayak adalah sikap dia saat menarik sofa mini yang hendak diduduki Malih. Padahal “konteksnya” mereka dalam sebuah acara. Artinya keduanya “on duty” di mana bagi saya adalah hal yang wajar apa yang dilakukan Ade terhadap Malih. Mengingat keduanya memang tengah tampil guna menghibur penonton. Terlebih lagi, aksi yang dilakukan Ade menurut “saya” sering ditampilkan dalam TV. Ayo kita jujur, menurut Anda “wajar” tidak?

Saya yakin kalau kita adil, kita akan menganggap hal itu merupakan sebuah hal yang wajar. Selain karena alasan tengah tampil, lawakan seperti itu juga kerap dilakukan banyak pelawak lain, bahkan lebih parah.  Iya bukan?

Lalu soal Ade tidak sopan, lantaran Malih merupakan pelawak senior? Makanya lagi-lagi saya ajak kawan-kawan memosisikan lawakan tersebut dalam konteks “tugas”, di mana seperti yang saya telah sebutkan mereka tengah tampil untuk menghibur penonton. Toh hal itu juga sepertinya tak berdampak cedera fatal bagi Malih.

Dalam tugas menurut saya semua egaliter, yang mana Malih tampil ya dapat honor, begitu juga dengan Ade. Dan yang terpenting mereka tampil untuk membuat penonton tertawa. Tapi tetap tidak dengan merendahkan harkat dan martabat manusia. Lalu kemudian saya tanya, apakah aksi Ade tergolong tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia?

Saya bukan penggemar Ade, saya sama sekali tak mengidolakannya. Sejak awal kemunculannya batin saya malah merasa miris melihat begitu banyak orang yang “hanya” gara-gara video Ade yang menurut saya tak berfaedah, justru banyak diikuti orang. Video yang merendahkan makanan itu justru ditanggapi riuh oleh warganet. Mereka berbondong untuk membeli Odading Mang Oleh. Tak tanggung-tanggung, pelanggan di lapak Odading Mang Oleh Bandung rela untuk mengantre cukup panjang hanya demi mencicipi kue Odading Mang Oleh berkat promosi kasar Ade. “Sakit” pikir saya kala itu.

Dari sini saya semakin yakin bahwa hidup di zaman ini bukan hanya perlu duit, melainkan juga ilmu. Ilmu membuat kita teguh, ibarat pohon ilmu mengukuhkan pohon untuk tegak berdiri. Ia tak akan mengikuti arah angin berembus. Ia persisten dengan pendiriannya. Tak seperti buih yang diombang-ambingkan lautan.

Peristiwa Ade memberikan pelajaran penting bagi saya, bahwa angin atau warganet tak melulu benar. Opini mereka sangat bias, bahkan amat mudah dikonstruksikan. Makanya untuk membentangkan layar dalam samudera zaman ini kita perlu kompas dan peta serta ahli keduanya. Kompasnya ajaran agama, petanya Al Quran, dan ahlinya ulama. Supaya kita tak lagi bergelut dengan kebimbangan.

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.