Yopi Makdori
Aku terdiam untuk beberapa saat...
Layar laptopku seakan menatapku dengan curiga.
Seakan dia hendak bertanya apakah gerangan yang menghentikan jari-jariku untuk menari?
Di sebelah kiriku tergeletak sebuah berhala modern yang kerap kali melalaikan manusia dari mengingat Tuhannya.
Orang kerap kali menyebutnya "semartphone", sebuah berhala yang diciptakan untuk menghemat waktu manusia, namun praktiknya justru sebaliknya.
Di kepalaku masih tersisa bayangan akan senyum-tawa manusia-manusia itu.
Manusia yang mengajari aku tentang indahnya masa muda.
Manusia yang siap menampung kisah asmara dan amarah saat masa SMA.
Bibirku mulai terucap, "Apa kabar kalian?"
Sudah sekian lama aku tak mendengar gelak-tawamu.
Tawa yang mengisyaratkan berbagai rasa, tak terkecuali mungkin luka yang berusaha kalian pendam.
Terkadang pertemuan itu pahit...
Bukan karena malas untuk bertemu, namun setelahnya kita dipaksa untuk saling meninggalkan.
Dulu kalian pernah bercerita tentang mimpi-mimpi indah...
Mimpi yang tak pernah malu kalian gaungkan ke penjuru semesta.
Pancaran semangat itu mengingatkanku pada sebuah masa di mana kita pernah tertawa di atas luka.
Dulu kalian yang selalu menepuk punggungku saat kesedihan berdesakan dalam kepala ini.
Sekarang kalian di mana?
Lupakah tentang hari-hari indah kita?
Kita pernah merasa seakan dicampakan oleh dunia.
Dipaksa dipisahkan oleh sang waktu.
Bahkan kita pernah dilihat sebelah mata oleh mereka yang ada di sekitar kita.
Tapi waktu itu kita tidak pernah peduli...
Karena kita tahu bahwa kedepannya kita harus menutup mata dan telinga.
Bukan karena kita takut untuk menikmati dunia, namun karena kita tahu terkadang akan ada racun yang selalu menghambat langkah kita.
Sahabat....
Mungkin aku rindu manisnya senyummu.
Kawan...
Aku ingin mengenangmu dalam keabadian...
Biarkan dunia melihat kita dengan tatapan curiga...
Karena Tuhan jualah yang maha tahu isi hati hamba-hambanya.
0 komentar:
Posting Komentar