Ilustrasi: Pxfuel.com
Saya ingat betul kata-kata Mas Azis, guru sekaligus karib saya bahwa dalam pertemanan pilihannya hanya ada dua, "diwarnai atau mewarnai". Terdengar seperti mengekang, tapi saya perhatikan di banyak kasus pilihannya memang seperti itu.
Dari kedua pilihan tersebut keduanya baik manakala kita berteman dengan lingkungan baik. Pepatah zaman dahulu menyebutkan bahwa berteman dengan penjual wangi-wangian, maka kita akan kecipratan wanginya. Pun kala kita berteman dengan mereka yang bergumul dengan kotoran, kita pun akan kecipratan baunya. Berteman dengan tukang pewangi akan menyebarkan wewangian ke tubuh kita, paling tidak kendati tubuh penuh dengan bau badan aroma wangi-wangian itu sedikit banyak menutupinya.
Pada kasus itu artinya kita diwarnai karena wewangian menyelimuti warna kita yang dasarnya bau keringat. Si penjual wangi-wangian adalah pihak yang mewarnai kita dengan semburan harum dari produknya. Produk wewangian itu bisa berupa sikap dan teladan.
Kita boleh berteman dengan siapa pun, pepatah di atas bukan berarti membatasi kita untuk berkawan, namun perlu diingat bahwa sahabat adalah mereka yang mau kita warnai atau mewarnai kita dengan kebaikan.
Batasan
Kendati saya bersahabat dengan orang, tetap saja saya mempunyai batasan dalam hal-hal yang menurut saya ranah pribadi. Misalnya dengan istri saja, saya amat jarang mengenalkan istri dengan sahabat-sahabat saya. Bukan tanpa alasan itu semua dilakukan demi melindungi istri.
Jika dilihat dari sudut pandang saat ini sikap saya mungkin dianggap bentuk pengekangan, tapi istri saya tak menafisrkan begitu. Dia paham bahwa hal itu tak lain demi kebaikan.
Banyak yang salah kaprah dengan mencampuradukan pergaulan kawan seorang suami dengan istrinya. Misalnya saja kala seorang suami gemar mendaki gunung atau hobi apa pun, tak jarang mereka mengikutsertakan istri mereka bersama kawan-kawannya. Saya cukup anti mencampuradukan istri saya dengan kawan, bahkan untuk ngobrol, apakah sikap saya over protective? Jika ada yang mendefinisikan seperti itu boleh saja, tapi lebih dari itu saya hanya ingin menjaganya.
Seperti layaknya sesuatu yang berharga, kita ingin menyimpannya di tempat yang paling aman dari jangkauan siapa pun. Seperti itu pulalah dasar filosofi saya menempatkan istri di tempat teraman.
0 komentar:
Posting Komentar