Grenthink Views

Pembantaian Besar-Besaran Saudi dan Houthi di Yaman



Ilustrasi: Wikimedia.org

Oleh Muhammad Iskandar Syah

Perang Saudara di Yaman meletus sejak 2015, konflik ini merupakan konflik antara pemerintah dan pemberontak Houthi. Pemberontak Houthi yang didukung oleh Iran berusaha merebut kekuasaan dari tangan presiden Yaman yang sah, Abd-Rabbu Mansur Hadi. Mansur Hadi yang merupakan presiden Yaman pertama pasca Arab Spring yang juga pengganti Ali Abdullah Saleh, presiden yang berhasil ditumbangkan oleh rakyat Yaman pada saat Musim Semi Arab melanda negara itu.

Konflik di Yaman pada dasarnya dipicu oleh lemahnya pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Mansur Hadi pasca Arab Spring. Konflik mulai menunjukan klimaksnya tatkala kelompok Houthi yang menentang kepemimpinan Mansur Hadi berhasil menduduki Sana’a yang merupakan kota terpenting di Yaman (Mitreski, 2015:1). 

Pada Maret 2015, Arab Saudi dan koalisinya melancarkan serangan ke Yaman untuk menumpas kelompok Houthi dan mengembalikan pemerintahan ke tangan Mansur Hadi. Hadi sendiri meninggalkan Yaman pada 25 Maret 2015, setelah meninggalkan Sana’a melarikan diri ke Aden untuk kemudian keluar dari Yaman menuju Araba Saudi (Sharp, 2015).


Kelompok Houthi menghadapi pasukan pemerintah Hadi tidak sendirian, mereka mendapat bantuan dari pasukan loyalis Saleh yang merupakan presiden Yaman yang digulingkan saat Musim Semi Arab berkecamuk. Mansur Hadi sebelumnya merupakan wakil presiden Yaman saat dipimpin oleh Saleh (Okezone.com, 28 Maret 2015).

Konflik antara Pemerintah Yaman dengan Kelompok Houthi sebenarnya berlangsung jauh sebelum gelombang Arab Spring melanda. Konflik ini disebabkan perbedaan perlakuan pemerintah terhadap warga Syiah Yaman. 

Keadaan Yaman makin memanas dengan memuncaknya konflik Sektarian Syiah yang diwakili oleh Kelompok Houthi dengan kaum Sunni yang berada di pihak Pemerintah Yaman. Hubungan antara pemerintah dan kelompok Houthi pun memburuk semenjak tentara suruhan pemerintah memperburuk keadaan dengan menembaki rakyat sipil yang tidak bersalah pada tahun 2004. Tragedi itu berlangsung saat terjadi perang antara kelompok pemberontak Al-Hutsi yang berpaham Syiah dengan tentara loyalis pemerintah. 

Perang antara keduanya terus berlanjut hingga 2009 dan keadaan di Yaman sangat memprihatinkan. Pada saat itu setiap  keluarga memiliki senjata api untuk berjaga-jaga jika terdapat perlawanan dari loyalis pemerintah. Selain itu, tingkat kemiskinan dan pengangguran meningkat, angka kriminalitas juga semakin tinggi. Hal ini membuat Yaman menjadi negara termiskin di kawasan Timur Tengah menurut salah satu badan PBB yaitu UNICEF. 

Hingga tahun 2011 lalu, kondisi politik, militer, sosial dan ekonomi Yaman belum stabil. Situasi semakin memanas dan tak terbendungkan lagi. Pada tanggal 22 Januari 2011 lalu disebut-sebut sebagai puncak kemarahan rakyat Yaman, karena pada hari tersebut rakyat Yaman secara serempak tidak hanya dari pihak pemberontak Al-Hutsi yang berpaham Syiah tetapi kelompok pemberontak Sunni juga ikut bergabung didalamnya untuk menuntut keadilan dari penguasa Yaman (Tristiana, 2013).

Benih Terlacak Sejak 9/11

Bibit-bibit pemberontakan pada awalnya bermula pasca serangan WTC 11 September 2001, Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh mengumumkan dukungannya melawan terorisme, selaras dengan program yang diluncurkan Washington. Sejak itulah, Houthi tidak senang melihat hubungan mesra pemerintahnya dengan AS. Kemarahan Houthi akhirnya meledak ketika AS melakukan agresi militer ke Irak. 

Pemberontakan Houthi di Yaman yang terjadi sebenarnya merupakan kelanjutan peristiwa pembantaian Hussein Al-Houthi di tahun 2004. Pemerintah Yaman di selatan menuding al-Houthi ingin merubah sisitem pemerintahan menjadi Imamah, sedang Houthi yang di dukung oleh penduduk Yaman Utara menuding Pemerintah Yaman melakukan diskriminasi dan marginalisasi ekonomi di kawasan Yaman Utara.

Pada 23 Maret 2015, Presiden Hadi mengumumkan Aden sebagai ibu kota sementara Yaman. Ia juga meminta bantuan dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk (Koalisi Liga Arab) untuk memulihkan kekuasaannya di sana. Sehari kemudian, tepatnya 26 Maret 2015, Arab Saudi menyanggupi permintaan Presiden Hadi dan memulai serangan udara ke Yaman.

Serangan militer besar-besaran Saudi dan koalisnya ke Yaman dikenal dengan operasi “Decisive Storm”, yang mengerahkan 100 pesawat tempur dan 150 ribu tentara untuk operasi militer. Dalam agresi ini, turut dibantu 8 negara arab serta dukungan Inggris dan Amerika. Selain itu, pesawat-pesawat dari Mesir, Maroko, Yordania, Sudan, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar dan Bahrain juga ikut serta dalam operasi besar-besaran ini. 

Kampanye ini tujuannya untuk mencegah para pemberontak Houthi menggunakan bandara-bandara dan pesawat untuk menyerang Aden dan bagian-bagian Yaman lainnya serta mencegah mereka menggunakan roket-roket. Sebelumnya dalam pernyataan bersama, lima negara Teluk Arab: Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain dan Qatar telah memutuskan untuk bertindak melindungi Yaman dari apa yang mereka sebut sebagai agresi milisi Houthi yang didukung Iran (Jurnalasia.com, 27 Maret 2015).

Intervensi militer Saudi ke Yaman mengarahkan pada regionalisasi konflik tersebut dan memicu semakin rumitnya perjuangan kekuatan di sana (Al-Madhaji , Sidahmed, & Al-Muslimi, 2015).  Lebih jauh, Clausen (2015) mengemukakan bahwa ada tiga narasi untuk menjelaskan krisis yang terjadi di Yaman saat ini: “Saudi-Iran proxy war, narasi sektarian, dan al-Qaeda/narasi negara gagal”. Setiap narasi memiliki satu kepingan puzzle  dan butuh penyatuan secara menyeluruh untuk memahami apa yang terjadi di Yaman.

Dalih Kembalikan Kekuasaan

Saudi dan koalisi Liga Arab terus-terusan menggempur kelompok Houthi di Yaman dengan dalih mengembalikan kekuasaan presiden yang sah meskipun banyak mengorbankan warga sipil di sana. CNN melaporkan pada 8 April 2016, bahwa lebih dari satu juta warga Yaman kehilangan makanan, sumber air besi dan listrik sebagai dampak dari konflik tersebut. Bahkan, menurut Human Right Watch (HRW), menuliskan bahwa Koalisi Liga Arab telah melakukan kejahatan perang dengan menyerang kemp pengungsian di Mazraq pada 30 April 2015. 

Saudi juga telah menyerang lima area dengan populasi warga sipil yang padat, yaitu Sa’dah, Sana’a, Hodeidah, Hajjah dan Ibb. Menurut riset yang dilakukan oleh Amnesty International, sedikitnya 139, termasuk 97 warga sipil (33 di antaranya anak-anak) telah terbunuh dalam serangan tersebut. Bardasarkan laporan Kementerian Hak Asasi Manusia Yaman, sejak tanggal 26 Maret 2015 hingga akhir bulan Desember 2015, lebih dari 8.300 warga Yaman termasuk ribuan perempuan dan anak-anak tewas dalam serangan militer Arab Saudi. Jet-jet tempur Arab Saudi juga dilaporkan telah berulang kali menyerang pasar-pasar, rumah sakit, wilayah padat penduduk dan bahkan acara pernikahan (Irib.ir, 29/01/2016).

Human Rights Watch pada 13 Oktober lalu juga melaporkan bahwa pada 8 Oktober 2016 koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi telah melakukan serangan udara kepada kerumunan orang yang sedang menghadiri upacara pemakaman di Sana’a. Dalam serangan tersebut sedikitnya 100 orang terbunuh dan lebih dari 500 orang terluka, termasuk anak-anak.  HRW menganggap tidakan tersebut merupakan suatu kejahatan perang (HRW, 13/10/2016).

Kejahatan terhadap kemanusiaan bukan saja dilakukan oleh Arab Saudi dan koalisinya, HRW memaparkan bahwa penggunaan ranjau darat oleh Houthi dan aliansinya di kota Taizz menyebabkan korban sipil yang cukup besar. Pada 9 Agustus 2016, 11 orang warga sipil, termasuk anak-anak telah terbunuh dikarenakan ranjau darat yang dipasang oleh kelompok Houthi di al-Waziyah, sebelah barat Taizz. Sejak Mei 2015 hingga April 2016,  di wilaya Taizz sedikitnya 18 orang terbunuh dan 39 orang terluka dikarenakan oleh ranjau darat yang dipasang di wilaya tersebut (HRW, 08/09/2016).

Penggunaan ranjau darat oleh kelompok Houthi merupakan sebuah pelanggaran terhadap Perjanjian Pelarangan Ranjau 1997. Di dalam perjanjian yang diikuti oleh 162 negara tersebut telah melarang penggunaan ranjau oleh aktor mana pun dan dalam situasi apa pun. Houthi dan aliansinya diketahui telah menggunakan ranjau jenis TM-62 dan TM-57 dibuat di bekas wilayah Uni Soviet, dan UKA-62 buatan Hungaria.

Pelanggaran Houthi

Bukan hanya itu, kelompok ini juga, masih menurut HRW yang dikutip dari Ibtimes.co.uk (21/10/2015), telah melakukan pelanggaran terhadap hukum perang setelah kelompok hak asasi manusia menemukan fakta kalau kelompok ini melakukan serangan mortir terhadap populasi warga sipil, dan merampas makanan dan suplai obat-obatan. Pada Agustus tahun lalu, HRW megklaim bahwa kelompok ini telah menembakan mortir dan roket artileri terhadap populasi warga sipil di sebelah selatan Taizz. 

Di dalam serangan tersebut, sedikitnya 14 warga sipil terbunuh, termasuk 5 wanita dan 5 anak-anak. Pada pertengahan bulan Agustus 2015, total 45 warga sipil terbunuh di Tiazz dikarenakan serangan kelompok tersebut (UHCHR, 1/09/2015).

Di dalam konflik Yaman masing-masing pihak melakukan kejahatan perang yang cukup berat, apalagi yang dilakukan oleh koalisi pimpinan Arab Saudi yang sernagan udaranya telah banyak memakan korban jiwa warga sipil. Negara-negara lain yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik tersebut seakan membiarkan, bahkan ikut membantu pihak-pihak yang terlibat untuk melakukan pelanggran terhadap kemanusiaan tersebut. 

Amerika Serikat dan Inggris bahkan memasok persenjataan bagi Saudi untuk melakukan intervensi militer di Yaman. Sedangkan kelompo Houthi, dibantu oleh Iran dalam konflik tersebut. Meskipun narasi yang tentang konflik Suni-Siyah terus didengung-dengunkan dalam konflik Yaman, namun saya melihatnya konflik ini hanya konflik kepentingan pribadi masing-masing pihak, sama sekali bukan mptif agama maupun sekte. 

Namun dikarenakan salah satu pihak ingin menarik simpati publik yang beridentitas sama dengan sektenya, narasi Suni-Siyah akhirnya digembar-gemborkan. Jauh dari narasi tersebut, mereka hanya berperang demi kepentingan masing-masing, bukan agama maupun sekte. Karena di dalam agama tindakan pembantaian warga sipil merupakan kejahatan yang sangat berat, namun masing-masing pihak melakukan hal tersebut, lalu dengan otak yang masih waras, saya bertanya “di sebelah mana perang atas nama agamanya?”.


Kepustakaan

Al-Madhaji , M., Sidahmed, A., & Al-Muslimi, F. (2015, June). The roles of regional actors in Yemen and opportunities for peace. Sana’a Center for Strategic Studies. http://sanaacenter.org/files/the-roles-of-regional-actors. Diakses pada 1 September 2016.

Clausen, M.-L. (2015, September). Understanding the crisis in Yemen: Evaluating competing narratives. The International Spectator, 50(3), 16-29.

Kronologi Konflik Yaman Hingga Kini. www.okezone.com. Diakses pada 1 September 2016.

Militer Arab Saudi dan 8 Negara Gempur Yaman Harga Minyak Dunia Langsung Naik. http://www.jurnalasia.com/2015/03/27/militer-arab-saudi-dan-8-negara-gempur-yaman-harga-minyak-dunia-langsung-naik/#.  Diakses pada 1 September 2016.

Mitreski, Aleksandar. (2015). Civil War in Yemen: A Complex Conflictwith Multiple Futures dalam Arab Center for Research and Policy Studies.

Press briefing notes on Yemen and Chad. http://www.ohchr.org/EN/NewsEvents/Pages/DisplayNews.aspx?NewsID=16367&LangID=E. Diakses pada 03/10/2016.

Sharp, Jeremy M. (2015). Yemen: Civil War and Regional Intervention dalam Congressional Research Service.

Tim Lister (8 April 2015). “The war in Yemen is getting worse—and a civilian catastrophe is looming”. www.cnn.com. diakses pada 1 September 2016.

Tristiana, Veny. (2013). Dukungan Arab Saudi terhadap Pemerintahan Ali Abdullah Saleh dalam Revolusi Rakyat Yaman. Jember: Universitas Negeri Jember.

Yemen: Houthi Landmines Claim Civilian Victims. https://www.hrw.org/news/2016/09/08/yemen-houthi-landmines-claim-civilian-victims. Diakses pada 3/11/2016.

Yemen: Mounting Evidence of High Civilian toll of Sudi-led airstikes”. Amnesty International. 2015/05/08. Diakses pada 4 September 2016.

Yemen: Pro-Houthi forces could face war crimes trials say Human Rights Watch. http://www.ibtimes.co.uk/yemen-pro-houthi-forces-could-face-war-crimes-trials-says-human-rights-watch-1524964. Diakses pada 3/10/2016.

Yemen: Saudi-Led Funeral Attack Apparent War Crime. https://www.hrw.org/news/2016/10/13/yemen-saudi-led-funeral-attack-apparent-war-crime. Diakses pada 3/11/2016.

Yaman: Saudi Lakukan Kejahatan Perang Mengerikan. www.indonesia.irib.ir.  diakses pada 4 September 2016.

About Yopi Makdori

Diberdayakan oleh Blogger.