Ilustrasi: Citas.in
Yopi Makdori
“Main goal of US Foreign Policy is to prevent the rise of any society that might serve as a successful example of an alternative to the capitalist model”. ~ William Blum
William
Blum adalah seorang warga negara Amerika Serikat (AS) yang lahir pada tanggal 6
Maret 1933. Ia merupakan seorang penulis, sejarawan dan juga salah satu
pengkritik kebijakan luar negeri AS yang paling vocal—selain Noam Chomsky dan
Michel Chossudovsky. Ia sempat bekerja pada bagian yang berhubungan dengan
komputer di United States Department of State di pertengahan dekade 1960-an dan
keluar dari departemen tersebut pada 1967 karena kekecewaan Blum pada AS yang
terlibat pada Perang Vietnam. Pasca keluar dari departemen tersebut, Blum
mendirikan Washington Free Press yang merupakan koran ‘alternatif’ pertama yang
ada di ibu kota.
Blum juga bekerja sebagai
jurnalis lepas di AS, Eropa, dan Amerika Latin. Blum sempat menetap di Chile
pada 1972-73, menulis tentang pemerintahan “percobaan sosialis” Allende dan
kemudian penggulingannya yang sadis melalui sebuah Coup D’etat yang dirancang
oleh CIA. Saat ini ia menyebarkan newsletter bulanan yang disebut dengan
Anti-Empire Report.
Pada bulan Januari 2006, sebuah rekaman
suara dari Osama bin Laden dirilis, di mana ia merekomendasikan buku karya
William Blum, Rogue State sebagai buku yang berguna untuk dibaca bagi orang
Amerika yang ingin lebih memahami "kebohongan dan penindasan" yang
dilakukan oleh George W. Bush di belahan dunia lain kala itu. sejak saat itu,
nama Blum mulai dikenal luas oleh publik Amerika, bahkan dikalangan intelektual
di dunia.
Pandangan
Blum ini saya rangkum dari bukunya yang berjudul Demokrasi Ekspor Amerika
Paling Mematikan yang merupakan terjemahan dari judul asli “America’s Deadliest
Export Democracy: The Truth About U.S. Foreign Policy and Everything Else” yang
diterbitkan oleh ZED Books Ltd, London pada tahun 2013. Buku ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pada tahun yang sama dengan edisi
aslinya dan diberi pengantar oleh seorang cendekiawan muslim, Dr. Haidar Bagir.
Di
dalam buku tersebut Blum mengajukan pertanyaan yang kritis kepada para
pembaca: “Apakah kedatangan AS ke Iraq demi perang terhadap terorisme?”
Iraq
telah dijajah, dibombardir, direnggut harkat dan martabat warganya oleh hegemon bernama Amerika. Invasi AS ke Iraq dilatarbelakangi oleh peristiwa 9/11, saat
itu AS menuding Afganistan dan Iraq sebagai negara penyokong para teroris. Kala
itu, Afganistan merupakan korban pertama keberingasan AS, kemudian disusul
dengan Iraq yang dituduh memiliki senjata pemusnah massal. Lalu apakah senjata
tersebut ditemukan? Tidak sedikit pun senjata itu ditemukan.
Iraq
dijajah oleh AS sejak Maret 2003 hingga Desember 2011, saat tentara AS menarik
diri dari wilayah Iraq. Keberadaan AS di Iraq yang dengan sengaja membuka
kemp-kemp penahan teroris juga justru membuat populasi mereka yang membenci AS
meningkat drastis, hal ini juga yang membuat ISIS muncul, yaitu embrionya
terlacak di Kemp Bucca, salah satu kemp penahanan teroris milik AS di Iraq.
Kenapa
Saddam diadili?
Di
dalam buku tersebut, Blum juga secara gamblang mempertanyakan alasan
sesungguhnya mengapa Saddam diadili. Tepat pada tanggal 10 November 2005,
Saddam Hussein seorang diktator Iraq mulai diadili, ia dianggap bertanggung
jawab atas kematian 140 orang ketika kelompok bersenjata menembaki
iring-irangannya di kota Dujail, yang dihuni oleh mayoritas Islam Sunni—sebelah
utara kota Baghdad. Kejahatan tersebut merupakan satu-satunya dakwaan yang ditudingkan
kepadanya di dalam persidangan tersebut.
Namun, sepeninggal diktator
tersebut, narasinya berubah. Narasinya menjadi pembantaian yang dilakukan oleh
Saddam dengan senjata kimia di kota Halabja pada 1988 (orang-orang tersebut
merupakan suku Kurdi). Publik berasumsi bahwa pastilah kejahatan tersebut yang
akan dibawah ke pengadilan, namun faktanya tidak demikian. Hal ini menurut Blum
disebabkan oleh beberapa faktor, yakini:
a. Bukti
atas penyerangan tersebut selalu meragukan, contohnya pada suatu waktu,
Pentagon melaporkan bahwa Iranlah yang telah menggunakan gas beracun di
Halabja.
b. Selain
memberikan dukungan keuangan dan intelijen kepada Saddam, AS juga memberikan
banyak persediaan bahan baku untuk membantu Iraq mengembangkan kemampuannya dalam
membangun senjata kimia dan biologis. Maka, akan sangat aneh jika Saddam
menyinggung hal tersebut dalam melakukan pembelaan.
Lalu
apa yang diambil oleh AS?
AS
langsung mengajukan PSA kepada Iraq yang tengah terpuruk. PSA sendiri merupakan
kontras yang berisi persetujuan pembagian produksi minyak Iraq. Masa berlaku
PSA ini antara 25 tahun hingga 40 tahun dengan keuntungan 42% hingga 162% untuk
MNC minyak. Minyak bumi yang seharusnya dinikmati oleh rakyat Iraq justru
disantap oleh para bajingan rakus.
Di
dalam deskripsi yang disampaikannya, dapat dilihat bahwa Blum menganggap
alasan sesungguhnya AS menyerang Iraq adalah demi kepentingan ekonomi dan
hegemoninya di dunia. Demikianlah Blum menjelaskan kepada kita sedikit kepingan
kebenaran dari Global War on Terrorism (GWOT) yang selalu digaungkan oleh
Amerika Serikat. Di dalam bukunya, masih banyak lagi kepingan-kepingan
kebenaran dari GWOT maupun Kebijakan Luar Negeri AS secara keseluruhan. Semoga
bisa menjadi referensi bagi kita untuk lebih kritis dalam menyikapi setiap
tindak-tanduk AS di arena perpolitikan global.