Grenthink Views

Securing Population: Sebuah Coretan tentang Keamanan 3


Ilustrasi:Pxfuel.com

Muhammad Iskandar Syah

Pergeseran makna national security dari semula state security menjadi human security mulai ramai diperbincangkan sejak keruntuhan Uni Soviet, sang rival Amerika Serikat (AS). Angina tersebut semakin besar tatkala peristiwa 9/11 yang terjadi di AS, para ilmuwan dan pengambil kebijakan menganggap bahwa terdapat ancaman serius terhadap eksistensi umat manusia, yakini terorisme.

Kekhawatiran ini diperkuat juga dengan berbagai isu lain, seperti pemanasan global, wabah penyakit, degradasi lingkungan, kelaparan, konflik bersenjata, dan kemiskinan. Isu-isu tersebut dianggap bisa menjadi ancaman serius terhadap eksistensi dari populasi manusia di muka bumi ini. Maka, berangkat dari kekhawatiran itulah konsep ‘human security’ muncul dan menjadi fokus para ilmuwan dan pengambil kebijakan di seluruh dunia post-9/11.


Pada tahun 2000, bertepatan dengan UN Millennium Summit, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memanggil seluruh komunitas dunia untuk meningkatkan dua gol, yakini “freedom from want” dan “freedom from fear”. Atas kontribusi dalam hal tersebut, akhirnya pada bulan Januari 2001, berdirilah sebuah komisi untuk keamanan manusia dalam PBB yang bernama Commission on Human Security (CHS). Komisi ini membantu mengartikulasikan paradigma human security sebagai kerangka bagai mereka (entity) yang fokus dalam keamanan dan keberlanjutan eksistensi manusia.

Menurut komisi tersebut, definisi human security—selanjutnya saya sebut dengan “keamanan manusia” adalah untuk “melindungi aspek vital dalam seluruh kehidupan manusia yang mana akan meningkatkan kebebasan manusia dan pemenuhan segala kebutuhannya". Artinya, keamanan manusia menghendaki dua kondisi, yakini melindungi manusia dari ancaman yang bersifat kritis maupun ancaman yang bisa menyebabkan dampak tidak langsung bagi eksistensi manusia; dan memberdayakan mereka supaya bisa bertanggung jawab dengan kehidupan mereka sendiri.

Konsep keamanan manusia ini di dalamnya terdiri dari beberapa aspek keamanan lainnya, diantaranya: “economic security” yang memiliki ancaman, seperti kemiskinan akut dan pengangguran; “food security”, ancamannya berupa kelaparan dan kesulitan untuk mengakses bahan pangan; “health security”, memiliki ancaman seperti wabah penyakit, infeksi yang mematikan, malnutrisi, dan kesulitan akses fasilitas kesehatan; “environmental security”, memiliki ancaman seperti degradasi lingkungan, pencemaran, pemanasan global, bencana alam, polusi, dan lainnya; “personal security”, mempunyai ancaman seperti terorisme, kekerasan dalam rumah tangga, kejahatan, kekerasan fisik dan lainnya; “community security”, ancamannya berupa konflik etnis, agama dan konflik yang mengatasnamakan identitas lainnya; dan “political security”, memiliki ancaman berupa rezim represif, pelanggaran HAM dan lainnya. 

Kesemuanya merupakan aspek untuk menjamin keberlangsungan dari eksistensi umat manusia di planet ini. Perlu upaya dari semua pihak untuk bisa mewujudkan kondisi ‘secure’ di dalam sebuah populasi manusia, tak terkecuali negara sebagai tempat bernaungnya populasi manusia.

Lalu kita lihat sejauh mana negara memfokuskan keamanan nasionalnya kepada hal-hal yang bersifat mempertahankan eksistensi manusia. Sayangnya, paradigma keamanan tradisional masih melekat sangat kuat dalam kebijakan keamanan nasional negara ini. Kita bisa lihat permasalahan keamanan pangan, kesehatan, lingkungan, politik, ekonomi, dan keamanan individu masih belum menjadi titik berat kebijakan keamanan nasional kita.

Padahal kita tahu bahwa adanya sebuah negara merupakan wadah psikologis untuk mempertahankan kelangsungan hidup individu-individu di dalamnya. Jadi pada dasarnya tujuan negara bukanlah melindungi eksistensi negara itu sendiri apalagi eksistensi dari sebuah rezim, melainkan melindungi dan menjung-jung harkat dan martabat individu-individu yang berada di dalamnya supaya bisa melangsungkan kehidupannya dengan sejahtera.

Pada dasarnya keamanan manusia menempatkan objek keamanan nasional pada individu-individu manusia, bukan negara. Paradigma seperti ini yang seharusnya kita implementasikan di sini. Namun sayang, saya rasa masih jauh dari kata sempurna bagai negara ini untuk menerapkan paradigma tersebut, bahkan negara lebih getol memberangus ormas-ormas yang dituding dapat mengganggu eksistensi dari negara. Hal ini dilakukan dengan dalih melindungi keamanan nasional, dan mereka lupa bahwa tanggungjawab keamanan nasional sesungguhnya ditujukan untuk melindungi populasi manusia di negara ini, bukan malah melindungi rezim. Terkecuali, kebijakan keamanan nasional kita ditujukan untuk “securing regime”.

About Yopi Makdori

Diberdayakan oleh Blogger.