Grenthink Views

Logika Deradikalisasi BNPT



Ilustrasi: Pxfuel.com

Muhammad Iskandar Syah

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) adalah sebuah organ yang bertanggung jawab dalam masalah pencegahan tindakan terorisme. Organ ini merupakan lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penanggulangan terorisme. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BNPT dikoordinasikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. BNPT dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Jabatan Kepala BNPT ini setingkat dengan posisi menteri.

BNPT dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010. Sebelumnya, embrio lembaga ini adalah Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT). Organ ini mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme;
2. Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme;
3. Melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk satuan-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Bidang penanggulangan terorisme meliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional.

Salah satu pengejahwantaan tugas penanggulangan terorisme BNPT ialah program deradikalisasi kepada pemuda Indonesia. Lalu apakah itu "deradikalisasi", sehingga BNPT harus menjalankan program tersebut? Deradikalisasi tentu saja proses untuk menghilangkan "radikal", kemudian yang patut kita tanyakan lagi adalah apa itu radikal sehingga BNPT berusaha keras untuk menghilangkan hal tersebut dari anak muda Indonesia?

Banyak sekali pengertian tentang radikal, namun berhubung di sini konteksnya BNPT, maka alangkah baiknya kita mengacu pada pengertian "radikal" (karena BNPT menganggap bahwa radikal adalah paham maka menjadi "radikalisme") menurut BNPT. Sebenarnya BNPT tidak mempunyai definisi yang tetap terkait radikalisme, bahkan lebih parah tatkala Dr. KH. Dzulkifli Muhadi (alumnus Ponpes Gontor) menanyakan langsung ke organ tersebut apa itu definisi radikalisme, BNPT justru tidak bisa menjawab.

Mereka mengatakan bahwa pihaknya belum merumuskan hal tersebut. Lihat bagaimana fatal kesalahan yang dilakukan organ ini. Organ ini didirikan dan didanai dengan menggunakan uang rakyat untuk menanggulangi terorisme. Mereka mengklaim bahwa tindakan terorisme berawal dari paham radikalisme, maka berangkat dari asumsi tersebut BNPT mengumandangkan kampanye deradikalisasi secara masif ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, mereka sendiri tidak tahu apa itu radikalisme. Bukankah ini suatu keabsurditasan yang nyata?

Ibaratnya ada sekelompok warga yang berkoar-koar ingin menumpas maling dengan berangkat dari asumsi bahwa yang menyebabkan seseorang menjadi maling ialah paham "sombongisme", namun sekelompok warga ini tidak mempunyai indikator yang pasti kapan seseorang bisa dikatakan mengemban paham "sombongisme". Hingga pada akhirnya secara subjektif mereka menafsirkan sombongisme sesuka hatinya. 

Apa yang terjadi? Orang-orang tidak bersalah banyak ditangkap karena dituduh menganut paham sombongisme, namun tidak berbanding lurus dengan menurunnya tingkat kemalingan warga, justru sebaliknya maling semakin banyak di daerah itu.

Analogi di atas menggambarkan apa yang dilakukan oleh BNPT saat ini. Mereka hendak memberantas terorisme dengan cara menghilangkan paham radikalisme karena mereka berangkat dari asumsi bahwa akar dari terorisme ialah radikalisme, namun mereka tidak tau apa itu radikalisme. Lalu penulis hendak tanya kepada para pembaca, kira-kira BNPT berhasil atau tidak memberantas terorisme? Silakan pembaca jawab dengan nalar sehat.

Hal tersebut jelaslah kesalahan fatal bagi suatu organ yang dibentuk untuk memiliki tujuan yang konkret. Mengapa demikian? Suatu kebijakan yang pastinya mempunyai tujuan haruslah berdasarkan pada fakta atau realitas (bukan asumsi). Hal ini begitu penting karena suatu kebijakan yang tidak tepat akan berujung pada ketidakefektifan dalam meraih tujuan kebijakan tersebut. 

Dalam konteks ini, BNPT seakan terbawah oleh arus opini dari Barat yang memandang bahwa radikalisme merupakan biang dari segala tindakan teror. Hal ini jelas menunjukan mental inferior yang sangat nyata. Barat mendefinisikan radikal adalah seseorang yang memegang teguh prinsip dan ajaran-ajaran Islam, atau secara tidak langsung mereka menganggap bahwa mereka yang disebut radikal adalah mereka yang mengemban prinsip-prinsip Islam dalam hidupnya. Lalu kita (BNPT) dengan serta merta ikut mengadopsi hal tersebut? Ini jelas suatu penghinaan yang nyata bagi umat Islam.

Ada upaya pengondisian yang masif tentang wacana radikalisme adalah akar dari tindakan teror. Wacana ini tidak terlepas dari upaya-upaya negara imperialis untuk membusukkan wajah Islam supaya terlihat penuh dengan borok yang menjijikan. Hal ini perlu dilakukan oleh Barat karena menganggap perlawanan-perlawanan yang menggunakan muruah Islam begitu militan sehingga sangat sulit untuk ditaklukkan. Kita tahu bahwa negara-negara Barat adalah bangsa imperialis sejati yang setiap kebijakan luar negerinya selalu eksploitatif dan penuh dengan tipu daya.

Mereka sering kali vis a vis dengan kelompok Islam, maka wajib kiranya bagi mereka untuk membusukkan wajah Islam di mata publik internasional supaya mereka tidak bersimpati terhadap Islam dan perjuangan umat Islam untuk menghapuskan kezaliman di muka bumi ini.

Maka kemudian, jika BNPT itu benar-benar ingin menghilangkan terorisme dari muka bumi negeri pertiwi, dibutuhkan upaya yang benar-benar serius dalam mencari tahu apa sebenarnya akar dari tindakan terorisme bukan malah lata dan dengan serta merta mengadopsi asumsi yang ditawarkan oleh Barat tentang akar dari terorisme. Upaya penyelidikan mengenai penyebab tindakan terorisme haruslah serius karena hal ini merupakan pondasi dari apa yang harus dilakukan setelahnya. Jika dalam penyelidikan salah atau gagal dalam mengidentifikasi akar dari tindakan terorisme, maka sudah dipastikan bahwa wacana pemberantasan terorisme hanyalah mimpi di siang bolong. Kegagalan asumsi dasar akan menyebabkan semakin banyaknya tindakan terorisme, dan umat Islam justru akan sakit hati, seperti yang terjadi saat ini.

Evaluasi sangat dibutuhkan bagi BNPT untuk mengetahui apakah asumsi dasar dalam menanggulangi terorisme sudah efektif. Hal ini dirasa perlu, mengingat asumsi dasar merupakan landasan dalam membentuk sebuah program kerja. Jika asumsi dasar ini salah atau tidak tepat, maka penulis pastikan dengan persentase seratus persen setiap program kerja yang dibentuk oleh organ tersebut hanyalah ajang untuk mengambur-amburkan uang rakyat, karena pasti akan selalu berujung pada kegagalan. Maka baik kiranya BNPT kembali melakukan evaluasi apa sesungguhnya akar dari terorisme itu. Berhentilah bermental inferor dengan selalu mengadopsi wacana-wacana yang diekspor oleh peradaban Barat. Karena sudah jelas kita memiliki identitas berbeda dan tentu saja faktor subjektivitas Barat berperan begitu besar dalam menyimpulkan bahwa radikalisme adalah akar dari tindakan terorisme.

Umat Islam tentu saja benci akan tindakan terorisme yang membunuh mereka yang tidak bersalah. Islam adalah agama damai, maka tidak mungkin bagi mereka yang mengemban prinsip-prinsip Islam (radikal) akan melakukan tindakan pembunuhan terhadap mereka yang tidak bersalah. Karena Islam adalah agama penuh rahmat, bukan hanya bagi penganutnya, melainkan juga bagi semua mahluk di alam ini.

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.