Grenthink Views

Anda Jangan Bercanda tentang Ninja (itu) di Hadapan Saya!



Ilustrasi: Pxfuel.com

Muhammad Iskandar Syah

Beberapa minggu yang lalu saya bersama teman sekamar (Mulki Hakim) menghadiri sebuah diskusi (yang katanya ilmiah) menarik tentang terorisme. Entah mengapa diri ini begitu tertarik dengan isu-isu terorisme dan radikalisme, bahkan jika Allah SWT memberikan kesempatan saya untuk melanjutkan studi, saya ingin fokus dalam kajian terorisme, Insya Allah. Dari sudut pandang saya, saya menyimpulkan bahwa kajian tentang isu terorisme dan radikalisme yang telah saya ikuti di berbagai diskusi, coraknya selalu sama, yakini penggiringan opini bahwa radikalisme agama merupakan akar dari terorisme. Sama sekali tidak ada konstruksi baru yang dimunculkan, bahkan justru mengarah pada penutupan pintu perdebatan akan isu ini. Hal inilah yang pada nantinya akan menyebabkan kemandegan kajian terkait isu tersebut di negeri ini. 

Meskipun begitu, dalam coretan ini saya bukan hendak menjelaskan tentang isu terorisme maupun radikalisme, namun hal yang mungkin oleh sebagian orang dianggap remeh tapi bagi saya tidak. Dalam diskusi yang diselenggarakan di salah satu perguruan tinggi Islam negeri di Purwokerto itu, mendatangkan dua pemateri, yakini pemateri pertama dari kalangan intelektual (dosen) dan pemateri kedua merupakan mantan teroris. 

Saat itu saya begitu berharap bahwa pemateri pertama bisa berimbang menyampaikan materinya terkait isu dalam tema diskusi, namun selang beberapa menit sejak pemateri pertama tersebut menyampaikan materinya, saya sudah sangat kecewa. Seorang intelektual yang saya harapkan bisa berimbang menyampaikan pergolakan apa saja yang terjadi terkait isu ini di ranah intelektual, namun justru malah sama sekali tidak mencerminkan hal tersebut. Ditambah lagi, sebagian besar isi yang pemateri pertama ini sampaikan adalah "guyonan" yang sangat tidak berguna.

Kekecewaan saya semakin besar tatkala sang pembicara beberapa kali membuat lawakan tentang wanita yang mengenakan cadar dan berhijab syar'i. Sang pembicara menyebut pakaian seperti itu menjadikan sang pemakainya seperti "ninja". Padahal saya lihat dalam acara tersebut ada beberapa wanita yang mengenakan gaya berpakaian seperti yang telah disebutkan tadi. Saya tidak habis pikir dengan orang-orang seperti ini, kerap kali mereka menggaungkan kata-kata manis supaya menghargai perbedaan, bersikap toleransi dan bla bla bla lainnya, namun dalam setiap tindakannya sama sekali tidak mencerminkan hal tersebut.

Saya tidak akan mengarahkannya ke ranah perdebatan agama mengenai guyonan garing tersebut, karena saya sudah tahu jawabannya dan mungkin setiap individu memiliki penafisiran yang berbeda-beda. Saya hanya ingin menekankan bahwa hal tersebut sangatlah tidak layak dijadikan bahan guyonan, apalagi dilakukan di depan umum. Saya juga menyesalkan bahwa sebagian besar dari peserta yang hadir di sana justru ikut tertawa.

Misalkan saat itu saya jadi sang pemateri, kebetulan Anda menjadi peserta dalam acara tersebut, dan Anda duduk di depan bersama orang terdekat Anda, anggaplah istri Anda dan saat itu istri Anda merupakan salah satu dari sedikit wanita yang mengenakan pakaian terbuka. Kemudian di sela-sela penjelasan materi, saya membuat guyonan tentang wanita yang berpakaian terbuka layaknya "pelacur", kemudian saya tertawa dan sebagian besar peserta tertawa. Lalu saya hendak bertanya kira-kira apakah perilaku yang telah saya lakukan tersebut terdengar lucu di telinga Anda?

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.