GRENDENG THINKER VIEWS

Deutsche Welle (DW): Mempertanyakan Komitmen Demokrasi Media Milik Pemerintah Jerman

Ilustrasi: Wikimedia.org

Dua jurnalis asal Palestina, Zahi Alawi dan Yasser Abu Muailek dipecat dari Deutsche Welle (DW), media massa berbagai platform yang didanai Pemerintah Jerman. Keduanya dipecat lantaran postingan mereka di media sosial pada 2014 yang baru-baru ini mengemuka, ditafsirkan sebagai bentuk “Antisemitisme”. Antisemitisme sendiri merupakan sebuah sikap permusuhan terhadap kaum Yahudi.

Kabar pemecatan itu diumumkan DW pada pekan lalu. Di samping keduanya, DW juga memecat tiga jurnalis lain dari dinas bahasa Arabnya setelah penyelidikan dua bulan atas tuduhan Antisemitisme.

Postingan dimaksud merujuk pada unggahan di Facebook oleh Alawi dan Abu Muailek yang mengutuk serangan Israel di Gaza yang diblokade pada tahun 2014 lalu.

"What the terrorist state of Israel is doing to the Palestinians is a repeated Holocaust (Apa yang dilakukan negara teroris Israel terhadap orang-orang Palestina adalah Holocaust yang berulang)," tulis Alawi pada laman Facebook pribadinya di Juli 2014, seperti mengutip pada laman Trtworld.com, Kamis, 17 Februari 2022.

Media ini sudah lama terkenal amat bias dalam memberitakan Konflik Palestina-Israel. Manajemen DW berpendapat bahwa Jerman memikul tanggung jawab khusus atas kejahatan Nazi yang dilakukan terhadap orang Yahudi selama Perang Dunia II.

Tahun lalu, dewan redaksi DW mengirim panduan pelaporan baru kepada staf yang membatasi laporan berita bermuatan kritis terhadap Israel. Lebih jauh, media yang didanai lewat pajak orang Jerman itu tengah berencana untuk mempertajam kode etiknya dengan lebih fokus pada Antisemitisme, hak Israel untuk eksis dan tanggung jawab sejarah Jerman.

 

Penyelidikan Dilakukan Tak Imparsial

 

Maram Salem, salah satu jurnalis Palestina yang dipecat DW mengatakan, penyelidikan DW atas tuduhan Antisemitisme terhadap dirinya tidak dilakukan secara imparsial. Dia mengecam keras manajemen DW atas perlakuan tidak adil dan dianggapnya telah menyensor kebebasan berbicara.

"Saya bukan Antisemitisme. Saya adalah seseorang yang percaya pada kebebasan berbicara," kata Maram Salem.

Menurutnya kritik terhadap kebijakan Israel tidak sama dengan Antisemitisme. Wartawati itu menyebut bahwa tuduhan Antisemitisme sering digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan membatasi kritik terhadap kebijakan dan tindakan Israel.

 

Komitmen DW pada Kebebasan Berbicara

Melalui laman resminya, DW menuliskan bahwa:

 

Our aim is to foster a peaceful, stable global community. Therefore, we focus on topics such as freedom and human rights, democracy and good governance, free trade and social justice, health education and environmental protection, technology and innovation.”

 

Our offerings convey Germany as a liberal democracy rooted in European culture, providing a forum for German (and other) points of view on important topics, with the aim of promoting understanding and the exchange of ideas among different cultures and peoples.”

 

Kemudian ada juga:

 

We believe that journalism, education and culture improve people's lives and that reliable, unbiased information and universal access to knowledge are fundamental rights.”

 

Pada intinya segala pemanis bibir itu mengukuhkan komitmen mereka pada nilai-nilai Eropa yang kini berusaha mereka ekspor, yakni demokrasi dan kebebasan. Melihat perlakukan DW terhadap lima jurnalis tersebut, penulis justru mempertanyakan komitmen mereka akan nilai-nilai yang diklaim sebagai darah dalam tradisi mereka.

Sejauh mana media yang didirikan sejak 1953 itu memegang prinsip yang selama ini digembar-gemborkannya. Atau jangan-jangan semua itu tak lebih dari basa-basi belaka, watak Nazi tetap mendarah daging pada lembaga itu.


About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.