Ilustrasi: Pxfuel.com
Yopi Makdori
Siapa
yang bisa menampilkan peran dari Amerika Serikat (AS) dalam hal perang terhadap
terorisme. Negara ini yang merupakan pencetus pertama kampanye global perang
terhadap terorisme. Perang yang banyak mengorbankan tenaga dan juga material
ini sampai hari ini masih konsisten mereka lancarkan. Sejak tragedi 9/11, AS
memiliki trauma yang sangat dalam akan tindakan terorisme. Atas respon tragedi
itu pula perang global terhadap para teroris dicetuskan dan dikampanyekan
secara masif ke seluruh dunia oleh AS.
Afghanistan
menjadi korban pertama atas kampanye tersebut, kemudian disusul dengan Iraq. Sampai
saat ini, jutaan korban sipil telah jatuh karena perang ini, belum lagi
kerugian material yang diderita oleh para korban karena perang tersebut ikut
menambah beban penderitaan mereka. AS sangat berambisi untuk menghapuskan para
teroris dari muka bumi ini, namun mereka tidak sadar—atau memang
kesengajaan—bahwa pembunuhan warga sipil atas dalih perang terhadap terorisme
jauh lebih banyak dibandingkan pembunuhan yang dilakukan oleh teroris itu
sendiri.
Tampaknya kata “evaluasi” tidak ada dalam kamus negara-negara yang
mencanangkan global war on terrorism, termasuk AS sendiri. Selama mereka
memerangi teroris maka meskipun jutaan warga sipil terbunuh dalam perang
tersebut bukanlah suatu masalah yang besar bagi mereka. Definisi terorisme
berusaha dikaburkan oleh para “kesatria anti teror” ini supaya definisi
terorisme merupakan monopoli mereka. Merekalah yang memegang “stempel teroris”,
hanya mereka yang berhak menggunakan stempel tersebut. Lalu bagaimana jika
para kesatria anti teror ini justru mendukung tindakan terorisme?
Kita
sudah ketahui bersama bahwa definisi terorisme dipegang oleh para kesatria ini,
terutama Amerika Serikat. Mereka yang berhak mencap pihak mana saja yang
tergolong sebagai teroris. Organisasi perlawanan seperti Hamas mereka cap
sebagai teroris, namun Arab Saudi yang dengan sengaja mengagresi Yaman termasuk
membuat para penduduknya sengsara dan terbunuh malah mereka dukung secara
penuh.
AS dan Inggris merupakan eksportir senjata bagi Saudi yang digunakan
untuk mengebom rakyat Yaman dan mengebom fasilitas sipil yang mengakibatkan
negeri itu tertimpa kelaparan dan wabah penyakit kolera. Apakah di mata AS dan
Inggris selaku penggawa kesatria anti teror tindakan Saudi tersebut bukanlah
tergolong sebagai aksi terorisme? Padahal kita tahu bahwa semangat perang
terhadap terorisme pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan warga sipil, namun
mengapa para kesatria ini justru mendukung tindakan terorisme yang dilakukan
oleh Arab Saudi terhadap rakyat Yaman yang sudah sangat jelas mengorbankan
ratusan ribu warga sipil di sana.
Pada
akhirnya, perang terhadap terorisme hanyalah omong kosong belaka jika hanya
salah satu pihak yang berhak mendefinisikan apa itu terorisme. Aksi yang
sesungguhnya merupakan tindakan terorisme malah didukung oleh negara pencetus
kampanye parang terhadap terorisme itu sendiri. Jika pelabelan “teroris” masih
dimonopoli, maka hal tersebut merupakan akhir dari perang terhadap terorisme
itu sendiri.