Keamanan

A Story of Patanians


Ilustrasi: Piqsels.com

Yopi Makdori

Kemarin saya diajak berkunjung ke sebuah base camp perkumpulan mahasiswa Thailand (lebih spaisifiknya Patani) yang ada di kota tempat saya kuliah. Masyarakat Thailand secara keseluruhan memang dikenal sebagai penjamu tamu yang sangat baik, tak terkecuali bagi kami yang berkunjung ke tempat mereka. Sampai di sana kami langsung disambut dengan tangan terbuka, kemudian disajikan dua cangkir kopi untuk saya dan sahabat saya.

Pada awalnya kami berencana hanya untuk meminta izin melakukan wawancara kepada mereka terkait perkumpulan mereka yang dibentuk di kota ini (tugas dari salah satu tempat magang sahabat saya). Namun karena keterbukaan mereka terhadap orang baru dan perlakuan mereka yang begitu mengesankan kepada tamu, akhirnya membuat kami betah untuk berlama-lama bersama mereka. Saya pun langsung mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka yang memang sudah saya simpan cukup lama. Sebelumnya memang saya begitu penasaran dengan masyarakat Patani yang secara akar budaya sangat berbeda dengan masyarakat Thailand pada umumnya, mengingat bahwa Patani ini lebih dekat dengan bangsa Melayu, baik secara bahasa, budaya, agama, maupun semangat akan Islam (sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Patani). Maka dari itu, tidaklah mengherankan jikalau saya begitu menaruh perhatian yang cukup besar saat mereka bercerita tentang masyarakatnya.

Patani sendiri merupakan salah satu daerah di Thailand yang juga kerap kali disebut sebagai Patani Raya atau Patani Darussalam. Daerah ini kemudian dibagi menjadi empat provinsi, yakini Pattani, Yala (Jala), Narathiwat (Menara), dan sebagian Songkhla (Singgora). Pada dasarnya, wilayah ini memiliki sejarah yang panjang tersendiri, namun secara garis besar bahwa wilayah ini dulu pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya, yakini sekitar abad ketujuh hingga ketigabelas. Selama periode ini, wilayah Patani juga dipengaruhi oleh kebudayaan lain, seperti Khmer, Siam, dan kebudayaan Malaya.


Sementara itu, terbentuknya kerajaan Islam di sana baru dimulai kira-kira pada pertengahan abad ketigabelas. Menurut Ibrahim Syukri dalam bukunya yang bertajuk "History of the Malay Kingdom of Patani", menyatakan bahwa pada era inilah asal usul nama Patani muncul, yakini dicetuskan oleh Sultan Ismail Shah yang mengatakan "Pantai ni!" atau dalam Bahasa Indonesia bermakna "pantai ini". Teori lain menyebutkan bahwa Kerajaan Patani berdiri pada abad keempatbelas masehi, yang mana pada awalnya seorang nelayan yang bernama Pak Tani dikirim ke daerah pantai di Patani untuk melakukan survei tempat yang cocok untuk dihuni manusia. Kemudian ia menemukan tempat yang cukup mendukung untuk dihuni oleh sekelompok warga kampung. Ia pun mendirikan rumah di wilayah itu, dan sejak saat itu berbondong-bondong warga lain pun ikut tinggal di sana. Terlebih lagi di kemudian hari tempat tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan yang otomatis semakin menyedot orang bermukim di wilayah itu. Maka atas jasanya (Pak Tani), tempat tersebut pun dijuluki dengan namanya, Patani. Namun begitu, beberapa pihak mengatakan bahwa cerita rakyat (teori) tersebut tidaklah benar atau miskin akan dukungan sejarah.

Namun pada 1785, Kerajaan Patani di bawah kendali Kerajaan Siam (Thailand). Namun begitu, di tahun 1791 dan 1808 terjadi pemberontakan Patani terhadap Siam. Sayangnya pemberontakan-pemberontakan tersebut selalu berakhir dengan kegagalan, maka atas peristiwa tersebut akhirnya wilayah Patani dipecah menjadi 7 daerah otonom, yaitu Pattani, Nongchik, Saiburi (Teluban), Yala (Jala), Yaring (Jambu), Ra-ngae (Legeh) dan Raman. Menurut Moshe Yegar yang termaktub dalam bukunya dengan tajuk "Between Integration and Secession", di tahun 1909, Inggris dan Thailand menandatangani sebuah perjanjian yang menyatakan bahwa Inggris mengakui kekuasaan Thailand atas wilayah Patani, dan sebaliknya Thailand harus menyerahkan kekuasaannya atas wilayah Kerajaan Kedah, Kelantan, Perlis and Terengganu kepada Inggris. Wilayah otonom di Patani bertahan hanya sampai tahun 1933, setelahnya hanya dibagi menjadi tiga daerah pemerintahan, yaitu Pattani, Yala dan Narathiwat.

Saat ini Patani masih dikuasai oleh pemerintahan Thailand, namun secara budaya dan agama masyarakat Patani tidak terintegrasi dengan masyarakat Thailand pada umumnya. Menurut penuturan yang diceritakan oleh kawan-kawan mahasiswa dari Patani mengungkapkan bahwa orang-orang Patani begitu kuat memelihara tradisi keislaman dalam masyarakatnya. Baik itu dalam lingkungan keluarga, maupun lingkungan sosial masyarakat di sana. Bahkan dalam lingkungan pergaulan anak muda di sana begitu terjaga dengan nafas ajaran Islam. Mereka menceritakan bahwa jika ada muda-mudi tanpa ikatan yang sah sedang berduaan, maka warga di lingkungan tersebut memata-matai (mengawasi) aktivitas yang dilakukan oleh mereka. Maka tidak mengherankan jika pergaulan muda-mudi di sana begitu terjaga.

Dilihat dari komposisi demografi, wilayah Patani sendiri sebagian besar terdiri dari bangsa Malaya. Mereka banyak bekerja pada sektor-sektor informal, seperti petani, nelayan, dan pedagang. Sedangkan bangsa Thailand sendiri bekerja dalam kantor-kantor pemerintahan dan sana; dan bangsa Cina bekerja dalam sektor bisnis. 

Patani sendiri hingga saat ini masih merupakan salah satu daerah konflik di wilayah Asia Tenggara. Ridwan dalam artikelnya yang dipublikasi dalam Jurnal Fessopol dengan judul "Islam and Conflict in Pattani, Southern Thailand", menyebutkan bahwa konflik berkepanjangan yang terjadi di Pattani, wilayah selatan Thailand merupakan salah satu konflik yang dilihat paling serius di Asia Tenggara. Srisompob Jitpiromsri dalam Deep South Watch, melaporkan bahwa sejak Januari 2004 hingga Agustus 2011 konflik yang terjadi di sana telah memakan korban jiwa mencapai angka 4.846 jiwa.

Kondisi yang terjadi di sana begitu luput dari perhatian publik dunia, mengingat rendahnya pemberitaan internasional terkait wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena jurnalis internasional sulit untuk mengakses wilayah tersebut. Kondisi seperti ini akhirnya membuat berbagai pelanggaran HAM oleh otoritas Thailand terhadap masyarakat Patani terus-menerus terjadi dan pemerintah Thailand bisa luput dari kecaman masyarakat dunia. Maka dengan tersebarnya persatuan pelajar dari Patani, baik di Indonesia maupun dunia, salah satunya memiliki misi untuk menyadarkan mata masyarakat internasional bahwa konflik di Patani butuh perhatian yang serius.

About Yopi Makdori

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.