Grenthink Views

Kisah Warga Kampung Bulak: Sebuah Coretan Tentang Keamanan 2



Ilustrasi: Pixabay.com


Muhammad Iskandar Syah

Apakah boleh menggunakan kekerasan demi keamanan sebuah negara? Apakah boleh merenggut kebebasan demi keamanan? Apakah boleh menerobos privasi demi kata “keamanan’? dan Apakah boleh mengambil hak orang lain demi sebuah keamanan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seketika muncul tatkala melihat kesewenang-wenangan rezim mengatasnamakan ‘keamanan’.

Sebelumnya saya akan menceritakan sebuah kisah, di pedalaman hutan Amazon berdiri sebuah perkampungan yang dihuni oleh sekelompok suku pedalaman, sebut saja kampung Bulak. Mereka hidup dengan makmur dari hasil alam yang tersedia di dalam hutan. Suatu pagi, sebuah rumah milik salah satu anggota kampung ramai dikelilingi oleh warga kampung, ternyata satu keluarga tewas berlumuran darah di sekujur tubuhnya disebabkan oleh serangan macan hutan. Peristiwa tersebut membuat trauma yang sangat dalam bagi warga kampung Bulak, pimpinan kampung tersebut langsung menginstruksikan kepada sebagian kaum pria untuk memburu macan hutan yang menyerang salah satu keluarga warga kampung Bulak, dan sebagiannya lagi bertugas untuk menjaga kampung Bulak dari serangan susulan macan hutan.

Desas-desus dari warga kampung macan hutan banyak bersembunyi di gua-gua di pedalaman hutan Amazon, isu lain mengatakan bahwa macan hutan bersembunyi di semak belukar di dalam hutan dan di atas dahan-dahan pohon. Namun kepala kampung bukanlah orang yang mudah percaya begitu saja, akhirnya ia memerintahkan beberapa orang kepercayaannya untuk menyelidiki di mana persembunyian si macan hutan. 

Beberapa hari kemudian, orang-orang kepercayaannya telah kembali ke kampung Bulak, namun ada yang janggal dengan mereka, kepala kampung melihat tubuh orang-orang kepercayaannya penuh dengan darah dan luka-luka, selain itu dari lima orang yang ia kirim untuk menyelidiki persembunyian si macan hutan hanya dua yang berhasil pulang, itupun dengan tubuh yang penuh luka dan salah satu di antara mereka ada yang kehilangan tangan kanannya. Ternyata diketahui bahwa orang-orang tersebut diserang oleh segerombolan macan hutan saat sedang menyelidiki tempat persembunyiaannya. Dari informasi yang dihimpun oleh mereka yang selamat, kepala kampung mengetahui bahwa tempat persembunyian macan-macan tersebut ada di gua yang sekelilingnya dipenuhi semak belukar.

Besoknya sang kepala kampung mengundang seluruh laki-laki dewasa di kampung Bulak untuk berkumpul di sebuah tanah lapang di tengah-tengah kampung tersebut. Kepala kampung memberikan persenjataan kepada laki-laki tersebut dan meminta mereka untuk berperang melawan para macan hutan.

Tepat pada saat matahari mulai bersembunyi di balik bukit-bukit yang mengelilingi kampung Bulak, sang kepala kampung mengamanatkan para laki-laki tersebut untuk berangkat memburu macan-macan hutan itu. Kepala kampung sengaja memilih waktu petang untuk berangkat ke gua tempat persembunyian macan-macan hutan itu karena perjalanan dari kampung Bulak menuju gua membutuhkan waktu satu malam, dan hal tersebut dilakukan supaya mereka bisa menyergap macan-macan tersebut pada fajar selepas macan-macan itu berburu.

Akhirnya tepat pada saat cahaya merah memenuhi langit di sebelah timur, mereka berhasil sampai di gua yang di tujuh. Mereka pun langsung menyerang para macan-macan hutan tersebut dengan membabi-buta. Kepala kampung melihat beberapa warga kampung tumbang karena terkaman macan-macan tersebut. Kepala kampung melihat bahwa kondisi semakin genting, akhirnya ia menginstruksikan seseorang di dekatnya yang memegang obor untuk membakar semak belukar yang berada di sekeliling gua tersebut. 

Api dari obor tersebut berhasil melahap semak belukar yang sudah kering karena sudah beberapa bulan tidak turun hujan di sana. Melihat api yang berkobar-kobar sangat besar, macan-macan hutan pun melarikan diri dari tempat tersebut, beberapa di antara mereka ada yang mati dilumat api yang berkobar-kobar. Melihat kejadian tersebut, warga pun bersorak mengisyaratkan kegembiraan mereka, tak terkecuali bagi si kepala kampung Bulak. 

Namun kegembiraan mereka tidak bertahan lama, karena mereka melihat api tersebut berkobar semakin besar dan membakar pohon-pohon besar di sekitarnya. Mereka berusaha untuk memadamkan apa yang sangat cepat melahap pohon dan semak-samak yang mengering. Namun sayang, usaha mereka sia-sia, akhirnya kepala kampung memerintahkan mereka untuk secepat mungkin meninggalkan lokasi itu untuk menyelamatkan diri dari lahapan api.

Tepat pada pagi harinya, si kepala kampung dan para laki-laki yang ia ajak berburu macan berhasil sampai di kampung Bulak. Si kepala kampung menceritakan kepada warganya bahwa macan-macan hutan berhasil mereka tumpas dan sebagian telah menjauh dari wilayah tersebut. Warga kampung pun bersorak-sorai atas keberhasilan operasi pemburuan macan hutan yang dipimpin oleh kepala kampungnya. Sejak pagi itu, warga kampung Bulak kembali hidup dengan tenang tanpa dihantui ketakutan serangan macan hutan.

Namun rasa aman mereka hanya bertahan satu hari-satu malam, tepat keesokan harinya warga kampung melihat cahaya terang yang datang dari sebelah Utara kampungnya. Ternyata mereka melihat api tengah berkobar melahap pohon-pohon di hutan. Api yang digunakan untuk membakar semak belukar di gua sarang macan hutan akhirnya mendekat ke kampung Bulak.  Mereka pun panik, akhirnya masing-masing dari mereka melarikan diri dari kampung Bulak dan tak begitu lama kemudian kampung Bulak musnah ditelan kobaran api yang berkobar dengan membabi-buta.

Apakah Anda menangkap pesan yang hendak saya sampaikan dalam kisah tersebut?

Baik, mari kita terlebih dahulu melihat fakta yang terjadi saat ini! Edward Snowden, seorang mantan kontraktor NSA menceritakan kepada kita bahwa pemerintah Amerika Serikat melakukan aksi pengawasan massal terhadap seluruh pengguna internet di dunia, dan mereka mengklaim bahwa aksi tersebut untuk melindungi negaranya dari serangan teroris. Dan kita tahu bahwa hal tersebut jelas-jelas melanggar privasi pengguna internet di seluruh dunia.

Pemerintah Amerika Serikat bukan hanya menginjak-injak privasi, mereka juga melanggar HAM dengan tindakan mereka terhadap para terduga teroris di Kemp Guantanamo—HAM merupakan nilai yang selama ini mereka gaungkan. Di Guantanamo para terduga teroris di seluruh dunia yang berhasil di tangkap oleh AS ditahan, tanpa melalui proses persidangan dan tanpa bukti yang kuat. Di Kemp tersebut juga diduga para terduga teroris mengalami banyak penyiksaan atas kesalahan yang tak pernah mereka perbuat. Hal ini dilakukan atas nama ‘keamanan’ dari serangan teroris.

Gempuran terhadap Iraq

Pada 2003, pasukan AS dan koalisinya menggempur Iraq atas tuduhan kepemilikan senjata pemusnah massal. Jutaan penduduk Irak tewas disebabkan karena aksi tersebut, dan jutaan lainnya menderita. Saat itu Iraq bagikan neraka, bangunan-bangunan hancur luluh lantak, nyawa-nyawa manusia seakan tak ada harganya di sana. 

AS mengklaim melakukan aksi tersebut demi melindungi keamanan negaranya. Sebelum si Saddam melancarkan serangan kepada AS, AS terlebih dahulu melulu-lantakkan Iraq (preventive strike). Padahal kemudian diketahui bahwa Iraq tak memiliki senjata pemusnah massal satu gram pun, apalagi berniat untuk menyerang AS. Lagi-lagi hal ini mengatasnamakan ‘security’.

Tudingan Ormas di Indonesia

Terakhir di Indonesia, baru-baru ini sebuah ormas yang dituding mengganggu keamanan negara dibubarkan dengan cara yang menurut saya tidak cantik. Hal ini jelas melanggar kebebasan untuk berserikat dan berkumpul. Hal tersebut dilakukan demi keamanan negara. Seakan-akan apapun boleh dilakukan demi sebuah kata “keamanan”.

Segala bentuk tindakan yang mengatasnamakan keamanan saya sebut “just security” yang diadopsi dari term “just war”. Just war atau justify war merupakan sebuah konsep yang memberikan legalitas secara moral sebuah aksi perang. Prinsip dasar just war berangkat dari pandangan mengenai manusia yang selama hidupnya pasti pernah melakukan kesalahan (immoral act). Selama hal tersebut diperlukan untuk melindungi dirinya dari ancaman yang datang dari luar, maka hal tersebut dibolehkan secara moral. Begitupun dengan negara, negara bisa melakukan serangan demi melindungi eksistensinya dari negara-negara aggresor. Dari sinilah prinsip just war diambil.

 Lalu apa itu just security? Sama dengan just war, just security melegalkan segala tindakan imoral yang dilakukan oleh negara demi melindungi keamanannya. Mulai dari melakukan pembantaian, pemberedelan pers, perenggutan hak rakyat, menginjak-injak privasi, penyiksaan, perenggutan kebebasan, dan lainnya. Semua itu dianggap sah secara moral jika kita menganut konsep just security.

Pesan

Di dalam kisah yang telah saya ceritakan sebelumnya, mengenai pemburuan macan hutan oleh sekelompok warga kampung Bulak yang membunuh sebuah keluarga di kampung tersebut, terdapat sebuah pesan yang hendak saya sampaikan, yakni bahwa keamanan memang merupakan salah satu hal yang sangat penting, namun jika hal itu dilakukan secara membabi-buta, maka bukan keamanan yang didapat justru malapetaka yang lebih besar akan menimpa. 

Seperti halnya kampung Bulak, sang kepala kampung menginstrusikan salah satu warganya yang sedang memegang obor untuk membakar semak belukar di sekitar gua sarang macan hutan. Tujuan sang kepala kampung memang baik, yaitu untuk membunuh macan hutan atau mengusirnya jauh dari wilayah itu atau dengan kata lain ia melakukan hal tersebut untuk menjamin keamanan warganya dari ancaman macan hutan. Namun sayang, sang kepala kampung tidak memperhitungkan tindakannya secara matang. Akhirnya kita tau apa yang terjadi selanjutnya. Bukanlah keamanan yang didapat warga kampung Bulak, namun justru bencana kebakaran hutan yang juga melahap seluruh kampung Bulak dalam kobaran api yang menyala-nyala dengan beringas.

Ya, lagi dan lagi demi kata ‘keamanan’. Keamanan memang sangat berharga, namun apakah boleh menggunakan kekerasan demi keamanan sebuah negara? Apakah boleh merenggut kebebasan demi keamanan? 

Apakah boleh menerobos privasi demi kata “keamanan’? dan Apakah boleh mengambil hak orang lain demi sebuah keamanan? Jangan sampai karena “security” kita bernasib seperti warga kampung Bulak. Lalu pertanyaan saya, apakah nasib kita akan sama dengan apa yang terjadi di kampung Bulak?

*Nama kampung Bulak saya ambil dari salah satu desa di Indramayu karena saya menyukai namanya.

About Yopi Makdori

Diberdayakan oleh Blogger.